Coro merupakan bahasa jawa dari kecoak, omong coro bermakna omongan ngelantur tapi dapat dinyatakan jujur. Maka ketenangan serupa apa lagi yang dicari di dunia yang fana ini selain kejujuran. Tulisan berikut merupakan contoh dari omong coro.

Search This Blog

Translate

About Me

My photo
Hi, saya pungkas nurrohman yang mencoba dewasa dengan jalan-jalan

Friday 9 October 2015

Sedikit Kicauan Tentang Kabut Asap


Akhir-akhir ini kita mendengar adanya kabut asap yang ditengarai adanya kebakaran hutan. Dan muncullah gerakan #melawanasap. Kalo ngomong kebakaran hutan jadi ingat dulu waktu kelas 4 SD. Waktu itu jam pelajaran IPA dengan bab kebakaran hutan. Katanya guru saya (pak Nur kolis) ada 2 faktor kebakaran hutan pertama faktor alam. Di buku saya pada waktu itu ada gambar pohon terbakar. Masih ingat jelas di otak saya beliau mengatakan kalau itu gambar gesekan antara 2 kayu yang sangat kering pada kemarau. Notabene kayu jika benar-benar kering jika bergesek secara terus-menerus akan mengeluarkan bara api. Akhir-akhir ini baru saya tahu dari film ice age. Ketika seekor musang menggosokkan kayu yang akhirnya bisa membuat bara. Dan bisa menjadi api yang bisa menghangatkan tubuh musang, gajah (mammoth) dan harimau.
Kembali ke topik kebakaran hutan, faktor kedua adalah faktor manusia yang dengan sengaja atau tidak membakar hutan yang ada. Kalo dengan faktor yang kedua ini jadi ingat kata pak bajuri (guru waktu kelas 2 SMP). Beliau adalah guru yang sudah pernah bertinggal di sumatera, entah sumatera bagian mana tepatnya. Beliau menceritakan bahwa di Sumatra (beberapa tahun dari beliau cerita itu) jika musim kemarau dilarang membuang punting rokok yang masih nyala ke semak-semak. Jika ada punting rokok yang dibuang secara sembarangan dengan mudah akan membakar hutan yang kering kerontang.
Jadi bisa anda bayangkan beberapa tahun yang lalu aja sudah se ekstrim itu. Kekeringan disana sudah sangat parah, sebelum adanya global warming lho itu. Lha kalo sekarang ini global warming udah edan-edanan. Ditambah pabrik disana yang semakin besar, yang membutuhkan pembukaan lahan yang murah dan cepat. Di twitter pernah saya lihat ada info bahwa biaya pembukaan lahan jika di bakar itu sang pembakar lahan hanya mematok harga 500 ribu untuk satu hektar lahan. Mungkin klo pengusaha (yang pinter ekonomi alias matrialistis) mikirnya “lha timbang memperbesar biaya pembukaan lahan, mending makek ini”.
dan berujung kabut asap yang diderita oleh warga yang ada disana. Paling lucu adalah mereka yang menuntut pemerintah dan gak bergerak, entah gerak untuk meluncur kesana atau menyisihkan uang untuk beli masker warga sana. Sebulan yang lalu pernah sih saya ngomentari mereka yang teriak #melawanasap, pada waktu saya mikirnya “oke mereka kena asap terus bisa nolong apa? Klo nyumbang mereka itu gak miskin klo diungsikan mau ngungsi kemana orang segitu? Orang sekota kena asap semua” namun kemarin setelah ngeliat dompet dhuafa di hitam putih katanya dia punya solusi untuk mereka yang kena dampak. Yaitu membuat rumah yang memang bebas asap, memberikan home schooling dan memberikan fasilitas pengobatan. Mungkin hal ini yang mereka butuhkan, kalo untuk masker aja mereka udah mampu beli lah tapi kalo untuk ketiga hal itu merupakan yang paling mereka butuhkan.

Jadi kesimpulan akhirnya bukan promosi nih ya tapi pingin banget untuk organisasi ato siapapun yang mau membantu mereka yang kena dampak asap tolong berikan ketiga fasilitas itu dari pada Cuma bagi-bagi masker aja. Mereka mampu kok kalo beli masker aja, tapi klo untuk pengobatan, pendiikan dan fasilitas istirahat dari hisapan asap. Mereka sangat membutuhkan ketiga hal itu.

0 comments:

Post a Comment