Coro merupakan bahasa jawa dari kecoak, omong coro bermakna omongan ngelantur tapi dapat dinyatakan jujur. Maka ketenangan serupa apa lagi yang dicari di dunia yang fana ini selain kejujuran. Tulisan berikut merupakan contoh dari omong coro.

Search This Blog

Translate

About Me

My photo
Hi, saya pungkas nurrohman yang mencoba dewasa dengan jalan-jalan

Saturday 23 December 2017

Gak Rugi Jauh-Jauh Ke Dampit



Related image

Akhir tahun banyak undangan nikahan. Kesana kemari bukan membawa alamat malah membawa amplop. Kemaren pada hari sabtu yang amat cerah saya ceritanya mau hadir ke wedding party-nya temen sekolah. Undangan yang beralamat di sebuah gedung yang terletak di kecamatan turen tersebut harus di hadiri. Karena bingkisan sudah terkemas rapi namun lokasi tak di ketahui, maka opsi terakhir hanya call a friend and went together.
Kok ya ndilalah-nya ada teman yang mau diajak bersama. Setelah berkumpul dan meluncur ke lokasi gedung, tepat 50 meter sebelum sampai di gedung ada sebuah tugu yang bertuliskan “Monumen ini dibangun sebagai kenangan atas jasa para pahlawan yang telah gugur dalam memperjuangkan kemerdekaan R.I. di wilayah Kecamatan Dampit pada tahun 1948/1945”. Otomatis otak mikir balik ke buku yang menceritakan tentang seorang tentara jepang yang berjuang mempertahankan kemerdekaan R.I. yang bernama Rahmat Shigeru Ono.

Sebelumnya saya mengira beberapa adegan perang yang diceritakan dalam buku tersebut terjadi di perbatasan Wajak, Turen dan Dampit. Karena dalam buku tersebut menyertakan keterangan bahwa lokasi terjadinya pertempuran tidak jauh dari rumah sakit Bokor sebagai bantuan medis jika ada korban. Ditambah lagi adanya monument yang bernama Mayor Damar membuat saya pada waktu itu meyakini adanya pertempuran sehingga seorang Mayor Damar terbunuh tepat di desa Pagedangan tersebut. Namun rasanya kesimpulan tersebut secara otomatis tebantahkan, karena ada monumen ini yang ada di sebelah jembatan. Tepat di sebelah jembatan tersebut ada runtuhan jembatan yang ada fotonya di buku bersampul coklat bergambar tentara nipon.

Dalam buku yang di tulis oleh mahasiswa jepang tentang kakek yang pada waktu itu berdomisili di Batu ini menerangkan jembatan tersebut sengaja di longsorkan untuk mempersulit infasi tentara KNIL pada waktu perebutan kembali kekuasaan. Tentara KNIL berkonvoi dengan alutsista lengkap dari arah jember, lumajang dan akan masuk Malang melalui Dampit. Lebih tepatnya yang tersisa sekarang hanya fondasi dari jembatan yang bewarna hitam pekat. Selain itu ada pula keterangan yang menyatakan ada beberapa korban yang dimakamkan di bawah cor-coran monument tersebut. Hal ini sudah cukup sebagai penguat bahwa memang tempat ini yang dijadikan pertempuran. Dan mungkin pada waktu itu jalan protokol tidak sama dengan sekarang.


Ya mungkin hal ini masih bisa berubah lagi, mengingat data dari kematian Mayor Damar yang masih kurang. Mungkin para pembaca ada beberapa referensi tentang mayor yang sejarahnya sudah tertutup ini dapat sharing dengan saya. Soalnya sangat sulit untuk mengungkap karena masih ceteknya link saya dengan para sejarawan yang memang mengetahui jejak perjuangan di Kabupaten Malang. Apalagi letak monumennya di desa yang jalannya sangat jauh dari Kota Malang. Saya sangat mengharapkan beberapa cerita tersebut tidak hilang ditelan modernisasi.

0 comments:

Post a Comment