Coro merupakan bahasa jawa dari kecoak, omong coro bermakna omongan ngelantur tapi dapat dinyatakan jujur. Maka ketenangan serupa apa lagi yang dicari di dunia yang fana ini selain kejujuran. Tulisan berikut merupakan contoh dari omong coro.

Search This Blog

Translate

About Me

My photo
Hi, saya pungkas nurrohman yang mencoba dewasa dengan jalan-jalan

Monday 25 March 2019

Berbagiku Untuk Nafasku, Kamu, dan Mereka


Berbagi hadiah
Sumber: foto Kim Stiver di Pexels.com

Berbagi rasanya sudah menjadi kebutuhan bagi saya. Kebetulan saat usia 19 saya rajin mengikuti kajian Ust. Yusuf Mansur pagi hari di stasiun televisi swasta. Rasanya masih melekat hingga saat ini ketika ustad bilang, “setelah sedekah minta sesuatu itu boleh, mintanya yang mewah jangan biasa-biasa saja”. Sangat impossible rasanya untuk meminta yang mewah, bagi saya saat itu ke luar pulau jawa adalah hal mewah.

Awal Mula Berbagi

Ketika itu saya berpikir apa yang bisa saya bagi? Hasilnya nihil. Tidak ada yang dapat saya bagi saat masih bersekolah di Madrasah Aliyah. Menginjak masa perkuliahan saya pun mulai memiliki rezeki, saya masih ingat sedekah saya waktu itu adalah sejumlah uang yang didapat saat menang lomba PKM Mahasiswa Baru. Tim saya berjumlah empat orang bersepakat untuk menge-nol-kan hadiah tersebut.
TIM PKM Maba
Setelah itu mulailah ketagihan untuk berbagi, sehingga berbagi saat ini merupakan kebutuhan. Menutupi kebutuhan orang lain tapi berbagi adalah menutupi kebutuhan saya. Itung-itungan matematis sampai saat ini tetap melingkar di otak saya. Satu kali sedekah akan mendapat imbalan sepuluh kali lipat.

Perpindahan Logika

Semakin hari saya menerapkan logika satu kali memberi akan mendapat sepuluh kali lipat rasanya sangat capek. Karena ketika kita memberi yang terpikirkan hanya imbal baliknya saja. Namun hitung-hitungan khas matematis ini tetap bersemayam di otak saya selama beberapa tahun.
Hingga saya bekerja di Balikpapan, saya rindu penerapan menge-nol-kan pendapatan yang telah saya lakukan beberapa tahun silam. Saya pun dengan nekat mencoba untuk menyedekahkan semua gaji saya pada bulan itu. Hasilnya? Bukan menjadi sepuluh kali lipat namun menjadi pas. Pas untuk hidup mewah sehingga lupa hitungan matematis.

Imbal Hasil Berbagi

Setelah itu saya sudah kehilangan pemikiran sedekah dengan mengharapkan imbal hasil. Tapi pikiran sedekah untuk memenuhi hasrat saya untuk berbagi masih lekat di otak. Tanpa memikirkan imbal hasil rasanya akan sangat ringan dan pastinya tidak asal memberi, tapi memberi mereka yang membutuhkan.
Hasil yang saya dapatkan rasanya sudah melebihi dari sepuluh kali lipat dari yang saya bagi. Bukannya sombong nih ya, saya dengan konsep berbagi kamar (share room) sudah berhasil solo traveling Kuala Lumpur, Johor Baru, Melaka, dan Singapura selama 10 hari. Buat yang takut berbagi, pasti akan tidur hotel dan tidak mungkin cukup uang tiga juta untuk jalan-jalan selama 10 hari di dua negara. Gak percaya? Ini ketiga hostel yang saya gunakan untuk berbagi kamar, makanya jangan takut berbagi.

Berbagi yang Benar

Saya sebetulnya kurang lebih juga termotivasi oleh tulisan Pandji Pragiwaksono, di buku Nasional Is Me dia menyatakan bahwa kita individu di dunia ini mempunyai tanggung jawab. Tanggung Jawab atas kelangsungan dunia yang sebesar ini, sedangkan masalah yang timbul di dunia ini tidaklah sedikit pula. Jadi meskipun kita peduli sebaiknya concern pada sebuah titik masalah.
#jangantakutberbagi
Foto oleh Skitterphoto dari Pexels

Di situlah saya merasa harus berdonasi tepat sasaran. Jatuhlah pilihan untuk berdonasi rutin di dompet dhuafa. Karena melalui badan penyalur seperti ini sudah ada riset siapa yang berhak disumbang, jadi dapat dipastikan tepat sasaran. Lembaga sekelas dompet dhuafa pasti memiliki berbagai program, mulai dari pembangunan rumah sakit untuk kaum papa, penghijauan, sumbangan bencana, sumbangan pendidikan, dan berbagai program lainnya.
Nah dari sinilah yang dikatakan Pandji harus saya terapkan, saat ini saya ingin concern ke program sedekah pohon. Alasan saya sederhana, karena saya bernafas orang lain pun bernafas, jika tidak ada yang concern ke hal ini pasti oksigen akan menipis. Maka dari itu saya memilih untuk fokus berbagi kebaikan melalui program tersebut. Kalau anda bagaimana?
Langkah paling penting setelah berbagi yang kita bisa, berapapun jumlahnya, adalah mengkonfirmasi donasi kita. Di link konfirmasi donasi ini anda bisa mengkonfirmasi dan diperuntukkan untuk program apa. Ini langkah penting karena akan menjadi “gong” bagi kegiatan fundrising anda.
Percayalah berbagi itu indah, mudah, dan bahagia. Jangan takut berbagi, karena Bill Gates dan puluhan orang terlanjur kaya lainnya masih bisa ketawa-ketiwi dengan berbagi.

Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Jangan Takut Berbagi yang diselenggarakan oleh Dompet Dhuafa

2 comments:

  1. Berbagi dengan tepat sasaran memang tidak mudah. Beberapa kali bahasan seperti itu menjadi ajang diskusi saya dan teman-teman. Thank atas sharing-nya Kak :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, berbagi akan terlihat mudah. Tapi berbagi dengan cara yang tepat sepertinya sangat susah. Untung ada lembaga amil seperti dompet dhuafa. Terimakasih latifah atas kunjungannya.

      Delete