Coro merupakan bahasa jawa dari kecoak, omong coro bermakna omongan ngelantur tapi dapat dinyatakan jujur. Maka ketenangan serupa apa lagi yang dicari di dunia yang fana ini selain kejujuran. Tulisan berikut merupakan contoh dari omong coro.

Search This Blog

Translate

About Me

My photo
Hi, saya pungkas nurrohman yang mencoba dewasa dengan jalan-jalan

Thursday 4 February 2021

Terulang Lagi: Tidak Sadis Tapi Miris


 

palang pasca demo unipa
Palang Setelah Demo adalah Kebiasaan Mahasiswa Unipa


Hari itu tepat setelah transferan gaji bulan februari 2021 masuk rekening, saya mulai aktifitas hari senin seperti biasa. Cuaca lumayan cerah beban kerja laporan akhir tahun pun terpampang jelas di mata. Bagaimana tidak terpampang jelas? Setiap hari diingatkan oleh orang pusat untuk segera melakukan rutinitas tahunan yaitu mengunggah data ke sistem. Dampak rentetan dari hasil koordinasi melalui aplikasi rapat daring dengan pihak Jakarta. Setelah dikoreksi sana-sini biasa kita diharapkan segera melakukan koreksi data. Tiga hari yang lalu kita memang melakukan rapat dengan pusat, koreksinya tidak terlalu banyak memang. Dikerjakan selama satu jam juga rasanya bisa selesai, tapi menunggu stock opname dahulu.

Selain tumpukan pekerjaan rutin di akhir tahun, pagi itu juga terpampang jelas luapan amarah yang akan meletup di dalam forum sosialisasi E-SKP. Agenda awal tidak berkantor seperti biasa memang, melainkan ikut menghadiri forum sosialisasi di auditorium. Hari sabtu saya merasakan keanehan, karena di dalam grup WhatsApp saya mendengar kalau pengisian E-SKP terakhir hari minggu pukul 23.59. Entah saat itu siapa informan yang menyebarkan informasi getir tersebut. Bagi saya yang temperamental, mendapat informasi deadline pengumpulan hari minggu tapi baru mendapat sosialisasi di hari senin rasanya ingin memuntahkan sumpah serapah kepada pihak yang bertanggung jawab.

Pagi itu memang suasana cerah tetapi diselimuti kekalutan emosi yang dapat dikatakan berlebihan. Ditambah lagi panitia baru datang setengah Sembilan untuk sebuah acara yang diagendakan pukul delapan. Dramatisir pagi itu tak cukup sampai disana, ruang auditorium yang tidak pernah saya hadiri itu terkesan kotor dan tidak terawat. Sehingga kotoran burung dikursi auditorium dan kardus makanan dari acara kemarin masih mengonggok seperti halnya pemeran antagonis yang ikut menyumbang luapan emosi.

Sebelum sampai auditorium yang menyedihkan itu saya melewati sekelompok mahasiswa yang sedang menyampaikan aspirasi. Hanya beberapa orang mahasiswa saja yang berdiri dan menyampaikan aspirasi di depan gerbang kampus sebagai tempat favorit mereka berteriak atas nama demokrasi. Mahasiswa ini menjadi obrolan menarik saat menunggu kehadiran panitia yang tak tahu diri itu.

Sekitar setengah sepuluh panitia datang dengan mengusung peralatan mic, sound, serta layar infocus. Alhasil acara dibuka juga, dengan terlambat dan bau tai burung yang beredar ke seisi ruangan. Mulailah dijelaskan pembuatan E-SKP yang diisukan terlambat dan sudah ditutup oleh pusat. Ditengah penjelasan ada seorang dari UPT Keamanan masuk Gedung menemui pak Kashudi selaku kepala biro. Setelah mengobrol singkat, kepala biro pun langsung naik panggung dan mempersilahkan anggota satpam tersebut berbicara di depan microfon.

Ini yang menjadi akhir dari kekalutan saat saya memanasi motor pagi tadi. Anggota satpam tersebut menghimbau untuk para hadirin keluar dari auditorium, karena keadaan sedang tidak baik-baik saja di dalam kampus. Mahasiswa yang demo tadi sudah merangsek masuk kampus dengan garang. Demi keamanan kami semua diminta untuk membubarkan diri dan pulang. Alhasil semua peserta bubar tanpa tau penjelasan apa yang akan disampaikan panitia. Pun juga dengan saya tidak dapat menyampaikan sumpah serapah saya yang sudah dipendam sejak pagi.

Saat perjalanan pulang pun, penagih pekerjaan dari Jakarta itu juga masih menanyakan bagaimana progress pekerjaan kami. Dengan alasan capaian kinerja dan lain-lain seakan kinerja kami diragukan oleh mereka. Mungkin kalimat story WhatsApp saya dapat mewakili kekalutan atas orang Jakarta. Dari dua kasus, penutupan E-SKP dan prosesi rutin tahunan yang kerap ditagih .

 

Selama Jakarta Tidak Memahami Papua

Selama Itu Juga Papua Berkinerja Jelek di Mata Mereka

 

Demo ini terulang lagi, memang tidak sesadis kemarin tapi lebih miris kali ini daripada kemarin. Target sana sini sudah siap menerkam, manajemen kampus yang plin-plan, ditambah adanya aksi pemalangan yang berarti harus ada berhari-hari lagi yang terbuang. Sekali lagi mungkin ini tidak terlalu tragis daripada demonstrasi kemarin. Tapi ini kentara sekali rasa yang miris. Ada log harian E-SKP yang harus dikarang dan lagi-lagi tagiahan rutin Jakarta yang tidak dapat terbendung lagi.


0 comments:

Post a Comment