Coro merupakan bahasa jawa dari kecoak, omong coro bermakna omongan ngelantur tapi dapat dinyatakan jujur. Maka ketenangan serupa apa lagi yang dicari di dunia yang fana ini selain kejujuran. Tulisan berikut merupakan contoh dari omong coro.

Search This Blog

Translate

About Me

My photo
Hi, saya pungkas nurrohman yang mencoba dewasa dengan jalan-jalan

Monday 11 September 2023

Aktivisme yang Saya Perjuangkan Akhir-Akhir Ini


Illustrated by Jasmina El Bouamraoui and Karabo Poppy Moletsane, CC0, via Wikimedia Commons


Sudah beberapa bulan saya tidak rutin menulis di blog ini lagi, rasanya ingin mencurahkan apa yang sudah saya lewati selama beberapa hari tidak berinteraksi dengan blog ini. Namun apa daya jika harus merangkumnya secara serampangan akan tidak enak dibaca, jadi saya kali ini ingin menceritakan kiblat aktivisme saya yang perlahan berubah.

Semenjak mahasiswa dahulu saya menyukai kegiatan dibidang alam, untuk menjawab isu tentang rusaknya alam disertai dampaknya. Beberapa tahun setelah menjadi mahasiswa juga masih berkutat dengan isu tersebut hingga perlahan bergeser, kepedulian saya menjadi ke isu pemerataan ekonomi. Entah apa yang mempengaruhi perubahan “aktivisme” tersebut, perlahan saja saya menjadi concern ke bidang pemerataan ekonomi.

Mungkin setelah saya lulus kuliah, saya melihat ketimpangan ekonomi yang mengganggu. Ditambah masa itu saya juga cenderung suram, dengan pekerjaan yang tak menentu dan melihat beberapa teman menikah dengan megahnya. Ketimpangan ekonomi seakan menjadi bahan bakar untuk direnungkan tiap harinya. Tanpa adanya ketimpangan ekonomi, saat itu saya membayangkan kehidupan yang madani.

Semakin kesini, semakin mapan saya perlahan berhenti memperjuangkan isu ketimpangan ekonomi. Mungkin karena kehidupan saya mulai mapan, sehingga saya tidak terlalu terganggu dengan isu ketimpangan ekonomi. Sehingga isu yang saya perjuangkan tiba-tiba bergeser menjadi isu Pendidikan. Mungkin karena beberapa tahun terakhir saya berinteraksi dengan dunia Pendidikan yaitu universitas. Sehingga saya melihat betapa buruknya institusi Pendidikan.

Lagi-lagi saya menganggap ini sebagai bahan bakar, namun kali ini makna bahan bakar tersebut menjadi berbeda. Mengingat kali ini saya sudah menjadi kepala rumah tangga, sehingga bahan bakar tersebut menjadi bahan untuk membakar keberlangsungan rumah tangga. Bahan bakar tersebut dapat dipergunakan untuk menyalakan semangat untuk melangsungkan rumah tangga. Entah dengan berdiskusi dengan istri atau menjadi warna tersendiri dalam metodologi parenting dalam mendidik anak saya.

Selama ini saya merasakan karena isu Pendidikan menjadi prioritas yang saya perjuangkan, tidak heran saya seakan dibawa mengarungi gelombang metode Pendidikan yang terasa membagongkan. Seperti adanya mahasiswa yang tidak dapat membaca di dalam komunitas Wikimedia Manokwari, selain itu untuk mempertahankan komunitas Wikimedia Manokwari ini juga tanpa adanya isu yang saya perjuangkan tadi menjadi sangat berat. Namun karena adanya semangat memperjuangkan isu tersebut, ditambah Wikimedia juga memiliki semangat membebaskan pengetahuan, seakan gayung bersambut dalam perjuangan saya ini.

Kemarin saya sempat ingin mengikuti kegiatan WCD dan menjadi pengurus provinsi, namun seakan takdir memutar kembali ke perjuangan tentang Pendidikan. World Clean Up day tersebut urung saya urusi, karena satu dan lain hal. Ditambah juga ada beberapa kelompok yang coba saya ikuti terkait penghijauan, tapi malah berujung saya tidak cocok dengan sudut pandang Jakarta Centris yang kerap dimunculkan di dalam grup. Ujung-ujungnya tidak memiliki kecocokan dan saya mengabaikannya.

Meskipun tidak dalam posisi memperjuangkan isu alam, saat ini saya masih menghemat plastik dan baru beberapa hari terakhir saya mencoba membuat ekoenzim yang katanya dapat menyelamatkan alam. Mungkin di artikel berikutnya saya akan ceritakan tentang bagaimana eko enzim dapat menyelamatkan alam.

Selain beberapa hal di atas, karena sepertinya takdir saya membawa ke perjuangan tentang Pendidikan. Kemarin istri saya mulai mengajar di SD Inpres sebagai guru agama. Tanpa mengklaim hal tersebut sebagai pekerjaan, tapi saya mengklaim hal tersebut sebagai arah perjuangan. Karena mendapat kabar bahwa di SD tersebut tidak ada guru agama islam, dan pelajaran agama islam malah diampu oleh guru beragama Kristin. Sehingga saya menawarkan istri saya ikut dalam perjuangan tanpa melihat dibayar berapa.

Ternyata pergulatan dengan isu yang diperjuangkan ini menjadi warna tersendiri dalam semangat saya menjalankan perputaran roda rumah tangga. Menjadi tambahan pikiran namun tetap asyik dilakukan. Sekian kisah saya dengan pergulatan isu yang saya perjuangkan.

0 comments:

Post a Comment