Coro merupakan bahasa jawa dari kecoak, omong coro bermakna omongan ngelantur tapi dapat dinyatakan jujur. Maka ketenangan serupa apa lagi yang dicari di dunia yang fana ini selain kejujuran. Tulisan berikut merupakan contoh dari omong coro.

Search This Blog

Translate

About Me

My photo
Hi, saya pungkas nurrohman yang mencoba dewasa dengan jalan-jalan

Tuesday 8 January 2019

Kaleidoskop Kehidupanku 2018


Kaleidoskop merupakan runutan peristiwa atau hal yang berkesan dalam satu tahun. Saya lebih menyukai membuat kaleidoskop selama satu tahun yang telah dilalui, ketimbang membuat resolusi untuk tahun yang akan dilalui.
Kali ini saya ingin membuat beberapa hal yang saya lalui sendiri, bukan seperti kaleidoskop 2017 yang saya buat terkait kaleidoskop wisata yang pernah dilalui Malang.

Bertemu Influencer
Beberapa kali saya bingung terkait profesi apa yang sedang saya geluti di “web sebelah”. Akhirnya saya menemukan penyebutannya saat diundang telkomsel untuk gathering dengan rekan-rekan Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan NTB. Gak semua yang mereka undang, hanya beberapa saja.
Sebetulnya acaranya tak begitu penting, hanya telkomsel memperkenalkan cara baru dalam menjalin kerjasama. Mereka memperkenalkan dashboard baru, untuk mempermudah mengecek progress paid promote produk mereka.
Ternyata saya influencer
Sumber: blog.digimind.com

Yang terpenting adalah mengobrol saat sesi santai dengan tamu yang diundang. Dari pembahasan progres akun yang mereka miliki, hingga cara kerja mereka dalam mengarahkan akun. Ngobrol sembari meminum kopi di saat break sesi diskusi formal, adalah kunci. Saling mengenal dan saling berbagi cara menggeluti profesi yang mereka sebut influencer ini sangat menarik. Hal yang paling menarik adalah saat saya mendapat kamera Leica Sofort.

Mulai Menjadi Singgle Writer
Hal yang menarik adalah ketika kawan seperjalanan saya memutuskan untuk berhenti menjadi content writer di “web sebelah”. Ini artinya bila saya tidak dapat menemukan partner baru saya harus menelan pil pahit ini sendiri.
Sekedar informasi target yang ditetapkan pak bos yaitu satu konten per hari. Bila memiliki partner kerja pasti akan sangat terbantu. Intinya berapapun penulisnya tetap harus ada konten 30 tulisan/bulan.
Baru kali ini saya merasa bergairah dan mutung saat sudah berjalan 7 bulan. Menulis dan mencari konten setiap hari sangatlah berat. Tak terbayang seperti rekan jurnalis, yang diharuskan membuat tiga tulisan perhari. Pasti akan sangat terbebani.
Namun di sisi lain saya merasa hal ini keren. Saya harus berpeluh demi kekerenan yang saya damba. Yaitu bekerja di rumah namun tetap memiliki kontribusi. Yang saya pelajari dari hal ini adalah disiplin menulis tak semudah menulis status Facebook atau meracau di Twitter. Tetap disiplin untuk menulis sehari sekali saja sangat berat. Itupun sudah diberikan keringanan yang harusnya 500 kata saya hanya mendapat ambang minimal 300 kata.

Bertemu Kawan yang Sakit
Entah mimpi apa saya harus bertemu dan kenal dengan 2 orang seumuran saya yang terkena penyakit aneh. Di waktu yang tidak bersamaan saya bertemu dan kenal dengan 2 orang yang berpenyakit langka.
Dua-duanya menderita penyakit yang diluar nalar. Yang satu mendapat kiriman guna-guna sehingga punggungnya (lebih tepat tulang ekornya) bila digunakan berdiri lama akan terasa nyeri. Seperti terkena asam urat.
Meskipun dia menderita penyakit aneh tersebut selama satu tahun dia pantang berdiam dan tidak menghasilkan produk. Dia memilih untuk membuat stiker Line. Hasilnya menurut saya sangat lumayan, dari pada berdiam saja tanpa adanya kontribusi apa-apa.
Teman saya yang kedua mengidap penyakit aneh pula. Dia terkena sejenis virus yang menyerang tulang belakangnya dan menyebabkan sangat susah sekali untuk berdiri. Sehari-hari dia hanya berada di atas tempat tidur saja. Alhamdulilah untuk yang satu ini saya bisa membantu dengan mencarikan pengobatan alternatif yang ada di rumah.
Dari kedua teman tersebut saya bisa mensyukuri nikmat dasar yang sudah saya miliki selama ini, yaitu berdiri dan berjalan. Untuk berjalan saja bila ingat mereka berdua saya sudah bersyukur. Mungkin ini yang dimaksudkan tuhan atas pertemuan saya dengan mereka berdua.

Taarufan
Saya sudah beberapa lama belajar mengenai teori untuk mentaaruf seseorang. Namun baru tahun 2018 saya berhasil mengaplikasikannya.
Taaruf yang saya percaya adalah taaruf sekedar berkenalan. Seperti yang pernah saya sebutkan di twitter. Untuk lebih jelasnya silahkan scroll kultwit yang saya tempelkan ini.


Entah memang tuhan belum meridloi atau memang ini ditakdirkan sebatas training taaruf. Saya menemukan kegagalan di taaruf yang pertama kali ini. Banyak sekali pengalaman kegagalan yang tidak dijelaskan di text book. Banyak teori yang menurut saya gak match dengan teori yang pernah saya baca. Mengenai risiko bertaaruf pun juga sama, tak disebutkan di buku.

Berkunjung Ke Papua
Ceritanya demi mendapatkan ridlo orang tua saya mengikuti sebuah tes pegawai negeri sipil. Pemilihan lokasinya pun saya memilih tidak seperti biasanya. Bila orang kebanyakan memilih yang dekat dengan rumah, saya memilih untuk jauh dari rumah, yaitu Universitas Papua.
Saya kira semua tes dapat dilaksanakan di Surabaya. Ternyata saya salah, tes dasar saja yang dilaksanakan di Surabaya, seleksi lanjutannya harus ke Sorong.
Dan akhirnya saya berangkat ke Sorong untuk mengikuti tes lanjutan. Lagi-lagi saat di perjalanan menjadikan hal tersebut unik. Karena ini adalah pertama kalinya saya naik pesawat lebih dari tiga jam. Sampai mati gaya di pesawat, ya bagaimana lagi? Untuk pesawat direct berangkat dari Surabaya pukul 5 pagi sampai di Sorong pukul 11 waktu setempat.
Televisi di pesawat sorong

Mulai tertidur, sampai terbangun, sampai tidur lagi. Meskipun pesawatnya ada televisinya saya sangat tidak tertarik.
Tapi di sisi lain papua adalah pulau ke 7 yang pernah saya kunjungi. Tentunya ini akan menjadi seru bila saya memang diterima sebagai aparatur negara di Universitas Papua. Karena saat saya tes tersebut tidak sempat ke Raja Ampat. Padahal ada paket wisata raja ampat yang berangkat dari Sorong. Sangat disesalkan.

0 comments:

Post a Comment