Coro merupakan bahasa jawa dari kecoak, omong coro bermakna omongan ngelantur tapi dapat dinyatakan jujur. Maka ketenangan serupa apa lagi yang dicari di dunia yang fana ini selain kejujuran. Tulisan berikut merupakan contoh dari omong coro.

Search This Blog

Translate

About Me

My photo
Hi, saya pungkas nurrohman yang mencoba dewasa dengan jalan-jalan

Saturday 24 August 2019

Catatan Harian Selama Kerusuhan Manokwari


Pemalangan unipa
Pemalangan Unipa Oleh Mahasiswa

Minggu, 18 Agustus 2019

Malam itu terasa mencekam, terlebih lagi setelah tadi sore jam 5 mendapat kabar dari saudara bahwa akan ada aksi huru-hara di Manokwari. Setelah itu Mas Tomo yang merupakan tetangga saya di Jawa menyarankan untuk malam ini tidur di rumahnya. Karena selain rumahnya sangat jarang terdampak aksi huru-hara, juga di kompleks perumahannya lebih jauh jauh dari kampus unipa ketimbang tempat kos saya.
Awalnya saya menanggapi telpon itu tetap dengan tenang, bahkan saya sempat meremehkan. Karena beberapa hari sebelumnya memang sudah ada aksi dari mahasiswa Unipa, aksi itu menuntut penurunan SPP dan pembatalan kampus Ransiki, Manokwari Selatan. Sepanjang pemantauan saya, saat berjalannya demo terlihat damai. Meskipun tidak dipungkiri ada penutupan jalan saat orasi berlangsung, tapi tidak ada aksi anarki sampai menghajar orang yang lewat atau menjarah tempat usaha di sekitar lokasi aksi.
Tapi saya malam itu saya memilih untuk menuruti kata Mas Tomo. Bukan karena takut, tapi lebih untuk menjaga perasaan beliau dan menjawab kepedulian beliau kepada saya. Karena besok hari senin, saya memilih untuk membawa dua stel baju saja. Satu pakaian santai untuk melewati malam dan satu pakaian formal lengkap dengan sepatu untuk bekerja keesokan paginya.
Semua dokumen penting tidak saya bawa, hanya SK CPNS yang saya bawa. Karena kemarin pada hari jumat saya mendapat informasi bahwa senin harus mengumpulkan persyaratan pembayaran gaji. Di dalam persyaratan itu ada fotokopi SK CPNS sebanyak dua lembar. Saya berniat untuk meng-copy di kantor saja, toh nantinya juga persyaratan itu diberikan ke divisi saya juga.
Sebelum sampai di rumah Mas Tomo saya sempatkan untuk makan bebek dahulu bersama Darius teman kos saya. Dalam perjalanan Darius tetap keukeuh menyebutkan bahwa besok akan aman terkendali, sebetulnya tidak perlu mengungsi. Tapi saya juga tetap mengamini pendapat dia dan mengatakan hanya untuk menghargai himbauan dari Mas Tomo.
Setelah sampai rumah Mas Tomo saya memulai perbincangan tentang peta kejadian dan validitas informasi yang beliau dapat. Ternyata beliau mendapat bahwa besok akan terjadi kerusuhan dari grup WhatsApp Arema Manokwari. Dari perbincangan ini baru saya percaya informasi yang beliau dapat. Lagi-lagi beliau dan istrinya memberikan himbauan bahwa besok tidak usah masuk kerja. Berdasarkan informasi yang ia peroleh, sepanjang jalan menuju kampus pasti akan chaos.
Karena kepercayaan saya terhadap informasi tersebut masih belum sepenuhnya, saya mencoba untuk menguji informasi dengan membandingkan dengan demo mahasiswa unipa yang sudah saya ceritakan di atas. Jawabnya hanya singkat dan cukup jelas, "kalau kemarin itu hanya masalah mahasiswa unipa, tapi besok ini masalah papua. Pasti semua orang akan turun ke jalan". Dari jawaban itu saya langsung meyakini bahwa informasi tersebut A1 alias valid.
Saat malam ini berbagai informasi di grup CPNS sudah mulai simpang siur. Ada yang besok berangkat ke kantor asa yang memilih untuk diam di rumah. Berbagai himbauan dari demonstran mengalir deras di grup. Sejalan dengan grup WhatsApp, grup Facebook "Info Manokwari dan seputaran" juga menebar ajakan untuk turun ke jalan. Berbagai ajakan dengan sedikit bumbu provokasi mengalir deras di grup FB pada malam itu.
Malam itu saya mencoba untuk mengomentari tweet mas Dandhy Laksono "Sexy Killer". Untuk menerangkan tweet kekhawatiran dia atas ejekan rasis kepada mahasiswa Papua di Surabaya. Dengan melampirkan brosur ajakan aksi yang saya dapat di FB.

Senin, 19 Agustus 2019

Pagi itu saya dibangunkan dengan notifikasi pesan WhatsApp. Tepat pukul 6 pagi saya baru bangun. Penyebabnya adalah semalam saya baru tidur pukul 12 malam. Berbagai pesan dengan video yang mencekam pagi itu kembali mengalir deras. Ternyata memang mulai pagi sudah terjadi chaos di berbagai tempat. Bagi saya yang belum pernah mengalami kejadian seperti ini pasti akan setres.
Saya mencoba mengabarkan informasi terkini di Tweet lanjutan dari komen saya pada mas Dandhy "sexy killer". Alhasil beliau pun me-Retweet informasi terkini dengan dilampiri video yang saya kabarkan. Saat itu kondisi gamang antara pergi ke kantor atau tidak pun melanda. Jika tidak berangkat ke kantor apa kata orang, karena memang saya masih beberapa hari masuk. Masak masih beberapa hari masuk kantor saya sudah membolos.
Kebingungan saya pun terobati dengan kabar bahwa hari itu kampus diliburkan. Keputusan tersebut dikeluarkan oleh Wakil Rektor  II dan disebarkan ulang oleh ibu Kepala Biro. Info tersebut menyebar tepat pukul 8. Sebelumnya juga ada info dari kepegawaian bahwa situasi tidak kondusif dan semua aktifitas kampus diliburkan.
Setelah itu berbagai video penjarahan, pemalangan (penutupan jalan), pembakaran kios maupun ban muncul di semua sosial media. Mulai dari grup Facebook, WhatsApp, Twitter. Untungnya saat pagi hingga siang hujan pun turun, jadi efek pembakaran tidak sebegitu parah.
Saya memantau kesemuanya itu dari sosial media maupun dari atas teras rumah. Suara-suara banyak orang berteriak, tiang listrik dipukul, hingga suara tembakan, seakan menjadi pemacu adrenalin. Ketegangan pun menyelimuti pada pagi hingga siang hari. Jika dilihat dari atas atap kepulan asap hitam menjadi alarm tersendiri bahwa situasi masih belum aman.
Bertubi-tubi chat dari sanak saudara, teman hingga mantan pun masuk ke handphone. Sekedar menanyakan kabar dan penyebab kejadian. Meskipun lelah berbagai pertanyaan saya jawab, karena saya sangat senang dengan mereka yang bersimpati terhadap saya. Saat itu saya merasa bersyukur memiliki sanak saudara dan teman yang peduli.
Hingga tengah hari suara adzan pun tidak berkumandang. Mungkin takmir masjid melihat kota injil masih kurang kondusif untuk mengundang sholat berjamaah. Baru terdengar kumandang adzan saat maghrib. Sangat terasa chaos yang disebabkan oleh demonstran yang memilih untuk menyingkirkan kaum pendatang.
Sekitar pukul 11 siang suara demonstran pun mulai tidak terdengar. Menurut info yang beredar pendemo mulai turun ke seputaran kota. Saya mulai bersyukur dengan kegaduhan yang sudah mereda. Meskipun suara ricuh sudah tidak terdengar saya masih belum berani melihat situasi di jalan raya.
Sekitar pukul 1 siang tersebar kabar bahwa gedung DPR Manokwari sudah dibakar massa. Situasi kerusuhan yang terbungkus ketakutan sudah pasti tercermin pada saat itu. Beberapa kali saya hubungi anak-anak kos mereka mengatakan bahwa dikos aman. Tapi mulai siang memang listrik daerah Amban Permai mati.
Saat maghrib sudah terdengar adzan saya pun sembahyang berjamaah di masjid. Situasi pada malam itu sudah tidak mencekam, tapi jalur informasi sudah terputus. Karena pada malam itu sinyal internet se-Papua sudah dimatikan, ada beberapa lokasi yang tidak terdampak kerusuhan hanya diperlambat saja kecepatannya. Sehingga malam itu hingga pagi hari tulisan ini dibuat kami tidak bisa memantau informasi di seputaran Manokwari.
Untung saat kejadian ini saya mengungsi ke rumah Mas Tomo. Jika saya tidak mengungsi mungkin saya bisa kelaparan. Karena memang beberapa kios memilih untuk tidak melayani pelanggan daripada kios mereka terkena jarah. Dan jika saya tidak mengungsi pasti saya tidak tahu informasi apapun. Baru kali ini saya bersyukur atas kepatuhan saya kepada himbauan. Sebelumnya saya tidak pernah bersyukur karena kepatuhan.

Selasa, 20 Agustus 2019

Hari ini keadaan perlahan meredam, mungkin karena sinyal internet dimatikan oleh menkominfo, jadi provokasi pun terhenti dan hanya beberapa pemabuk yang masih melangsungkan kerusuhan. Semalam kata teman kos saya, di depan kos ada sedikit kerusuhan. Semalam ada pembakaran ban dan kayu mulai tengah malam hingga pagi.
Kejadian semalam itu yang membuat saya mengurungkan niat untuk kembali ke kos. Menurut keterangan anak-anak kos juga di kos sedang ada pemadaman listrik. Mungkin ada kabel listrik yang putus sehingga jaringan listrik di sekitar kos mati. Sekali lagi saya beruntung sudah mengungsi dan tidak merasakan lampu mati.
Meskipun suasana pagi itu sudah kondusif saya memilih untuk tidak berangkat ke kantor dahulu. Pagi itu saya telpon Pak Ruben yang satu divisi dengan saya beliau memilih untuk tidak berangkat. Karena meskipun kerusuhan sudah reda tapi jalan-jalan masih banyak kayu dan gerobak-gerobak hasil pembakaran kemarin.
Semua informasi saya kumpulkan dengan cara menelpon kesana-kesini. Karena sinyal internet masih saja belum dapat dipakai. Hingga malam tiba pun juga masih belum bisa terpakai. Mungkin karena memang masih ada potensi penyebaran hoax dan provokasi, jadi untuk berjaga-jaga akses informasi pun dibatasi.
Tapi hari ini saya sudah mulai melihat-lihat situasi ke jalan raya. Semua warung tenda di depan perumahan Marina mayoritas hangus terbakar. Siang itu saat saya berjalan-jalan kedepan pemalangan sudah tidak terlihat. Tapi kondisi jalan memang masih dan sangat sepi. Abang batagor di pojokan Marina Mart juga masih belum berdagang.
Sore hingga malam sepertinya kondisi sudah kondusif. Bahkan kata kristin yang nge-kos tidak jauh dari kosan saya di depan kos sudah mulai banyak ojek lewat. Ojek merupakan parameter keamanan Manokwari. Jika ojek sudah beroperasi berarti semua jalan sudah bersih dari kayu yang melintang di jalan. Artinya sudah aman.
Terdengar kericuhan pada malam harinya saja. Malam itu sekitar pukul 11 malam terdengar suara orang teriak-teriak. Entah dari mana. Yang jelas suara tersebut seperti suara yang saya dengar saat kericuhan tanggal 19 kemarin. Disertai suara motor dengan knalpot yang bising. Lumayan mencekam.

Rabu, 21 Agustus 2019

Hari itu saya berniat mengantor, namun seperti biasanya, saya harus cek dulu kondisi kantor bagaimana. Pagi hari saya pergi ke kosan dan sekalian melakukan cek ke kampus. Saat keluar perumahan situasi tetap mencekam langsung tergambar dari suasana jalan yang kanan kirinya berhiaskan sisa-sisa pembakaran. Terlebih lagi jalan di depan universitas, masih banyak sisa-sisa ban dan kayu terbakar.
Masuk di daerah kosan, kondisi sudah tidak terlalu mencekam. Sama sekali tidak terlihat sisa pembakaran. Hanya beberapa kayu dipinggiran jalan bekas pemalangan. Pemalangan adalah nama Papua dari blokade jalan. Biasanya mereka memblokade jalan dengan menaruh begitu saja barang-barang keras seperti kayu, daun kering, semak, tong, dan lain sebagainya. Tujuannya hanya agar jalan tidak bisa terlewati oleh pengendara.
Setelah dari kos saya sekalian melihat ketiga gerbang yang dipalang oleh mahasiswa saat jumat lalu. Ternyata ketiga gerbang pun masih tetap terpalang dan di gerbang rektorat malah ada mahasiswa yang bertugas untuk menjaga, mungkin karena palangnya sangat mudah diterobos jadi mereka menjaga agar tidak ada siapapun yang menerobos jalan.
Pilihan gerbang selain lewat ketiga "gerbang resmi" tersebut adalah lewat jalan belakang. Sepanjang pengetahuan saya, hanya ada satu jalan tak lain hanya lewat perumahan dosen. Meluncurlah saya melewati papan nama LPMP yang sudah roboh dihajar massa. Saat masuk lorong tersebut situasi mencekam kembali melanda. Karena memang di sana adalah perumahan warga asli Papua, jadi sepanjang jalan akan terlihat orang-orang asli Papua. Sampai pada perumahan dosen, seluruh rumah tidak ada yang terbuka kecuali rumah dosen yang hitam kulit dan keriting rambut.
Masuk terus hingga keluar fakultas MIPA ternyata kondisi universitas lebih mencekam lagi. Hanya ada orang-orang asli Papua dengan mengenakan baju santai. Dari sini dapat disimpulkan kampus masih libur dan di dalam kampus hanya orang-orang main (tidak untuk bekerja ataupun kuliah) saja.
Saat naik ke rektorat di UPT komputer saya melihat pak Ronaldo dengan mengenakan setelan baju rapi lengkap dengan sepatunya. Pak Ronaldo ini adalah CPNS juga, dia bertugas di UPT Komputer.
Saya menyempatkan diri untuk berbincang sejenak dengan dia. Ternyata dia memang berniat untuk bekerja pada hari ini. Namun UPT komputer saat itu memang masih tutup dan terkunci, dia memilih untuk menunggu dulu setengah jam. Jika setengah jam masih belum ada orang di UPT Komputer dia akan mengurungkan niat untuk bekerja.
Setelah berbincang dan berbasa-basi saya pun naik ke rektorat. Dengan harapan akan bertemu dengan orang kantor dan bertanya apakah saya harus masuk hari ini. Tepat di persimpangan jalan saya bertemu dengan bu Agustin (orang kepegawaian). Tanpa ditanya beliau langsung memberitahukan bahwa hari ini saya libur. Tanpa pikir panjang saya pun langsung putar balik menuju Marina.
Setelah sampai rumah saya menelpon beberapa orang untuk menceritakan kondisi kampus. Saat siang hari saya berinisiatif untuk jalan-jalan ke mbak Naimah (CPNS bagian kepegawaian). Selain untuk menanyakan kabar kampus terkini saya juga ingin refreshing dahulu. Karena memang internet mati dan di rumah tidak ada kegiatan.
Ternyata di rumah mbak Naimah ada akses Wifi. Dari sinilah saya baru mengetahui kenapa saya disuruh pulang oleh bu Agustin tadi. Dalam grup WA ada beberapa keterangan yang menyatakan bahwa tadi tepat saat saya naik ke rektorat, ada beberapa orang yang menyuruh pendatang (orang non-Papua) libur. Ternyata informasi ini sudah menyebar luas dan yang mengetahui informasi ini hanya yang memiliki akses wifi.
Saat malam hari saya mencoba mengkonfirmasi ke pak Giarto (kepala bagian keuangan). Beliau mulai masuk kantor pada hari selasa. Hingga rabu tadi beliau dan beberapa orang di bagian keuangan lainnya (termasuk pak Ruben) masuk seperti biasa. Menurut keterangan beliau tadi sama sekali tidak ada apa-apa di kantor.
Wah berita mulai simpang siur, namun saya merasa enggan untuk mencari konfirmasi. Karena memang saat ini saya mulai menikmati bagaimana rasanya liburan yang baik dan benar. Mengantor pun jika hanya beberapa orang pasti tidak akan nyaman. Pun juga saya saat ini hanya bertindak sebagai pembantu umum yang masih belum memegang tanggung jawab.

Kamis, 22 Agustus 2019

Tepat pada hari itu saya benar-benar bosan. Sampai-sampai saat bangun pagi saya sempatkan mencabut rumput dan mengurus halaman depan rumah Mas Tomo. Hari ini isu mulai bermunculan, mulai dari adanya aksi lanjutan sampai gubernur Jawa Timur ibu Khofifah akan berkunjung ke Papua. Entah yang benar mana, yang jelas saya mulai malas untuk bermalas-malasan di rumah.
Muncullah ide untuk berjalan-jalan ke rumah Bang Najib. Lokasinya tidak jauh dari rumah Mas Tomo. Bahkan terletak di satu perumahan, hanya berjarak dua blok perumahan saja. Saat siang setelah sholat dzuhur saya pun mulai menelpon Bang Najib. Dan alhamdulilahnya dia ada di rumah. Seperti saat berkunjung ke Mbak Naimah, saya pun berkunjung hanya untuk menghabiskan waktu saja.
Saat ke rumahnya pemandangan di depan kosnya saat siang hari sangat enak dipandang. Jadilah saya menghabiskan waktu ditengah kematian internet di rumahnya. Mungkin ini hikmah yang dapat dipetik dari matinya internet. Saya bisa menyambung silaturahmi tanpa repot dengan pesan WA yang ingin cepat dibaca.
Lagi pula di depan kosnya ada kediaman Bupati Manokwari yang megah bak istana. Di atas lantai dua kosnya saya bisa memandang kondisi yang sudah relatif aman. Namun masih sangat jarang pendatang yang mondar-mandir di jalanan. Jadi bila boleh menyimpulkan, dapat dikatakan aman tapi tetap mencekam. Bahkan di jalan perumahan pun sangat jarang pendatang non-Papua mondar-mandir.

0 comments:

Post a Comment