Coro merupakan bahasa jawa dari kecoak, omong coro bermakna omongan ngelantur tapi dapat dinyatakan jujur. Maka ketenangan serupa apa lagi yang dicari di dunia yang fana ini selain kejujuran. Tulisan berikut merupakan contoh dari omong coro.

Search This Blog

Translate

About Me

My photo
Hi, saya pungkas nurrohman yang mencoba dewasa dengan jalan-jalan

Monday 26 August 2019

Catatan Harian Selama Kerusuhan di Manokwari (2)


Masjid amban
Pak Polisi Adzan di Masjid Amban


Jumat, 23 Agustus 2019

Hari ini kondisi katanya sudah cukup stabil, kondisi kampus tetap dipalang tapi demi menuruti kemalasan saya untuk bermalas-malasan jadi saya nekat masuk kantor. Awal kisahnya memang hanya untuk melihat-lihat rektorat dan situasi kampus. Jadilah saya berangkat ke kantor pukul 9 dengan memakai pakaian santai. Celana joger, kaos oblong, sandal jepit swallow dan tidak membawa tas kecuali noken saja.
Sampai di rektorat situasi sepi pun terpancar, sangat cocok dengan prediksi saya. Tapi saat naik ke ruangan keuangan saya mendapati pak Ubas (staf keuangan yang orang asli papua) sedang mengerjakan rekap penerimaan SPP. Wah ide bagus ini untuk membunuh kebosanan saya, jadilah saya langsung ikut membantu pekerjaan beliau. Seperti biasanya, sebelum membantu pak Ubas saya menyempatkan diri membuat kopi di pantry.
Tak seberapa lama saya membantu pak Ubas, datanglah pak Ruben. Beberapa puluh menit kemudian ibu Ina dan ibu yuli datang. Sebelum sholat jumat saya juga bertemu ibu kepala biro. Entah saya harus malu atau biasa, karena stelan pakaian saya yang kurang rapi. Tapi mungkin ibu kepala biro sudah memakluminya, jadi saya tidak sampai terkena semprot mengenai kerapian dalam hal berpakaian. Malah ibu biro membelikan kami yang masuk di saat yang lain libur makanan.
Saat makanan datang memang adzan sholat jumat sudah berkumandang, jadi saya mau tidak mau harus berpamitan dulu. Awalnya saya memang ingin pulang setelah sholat jumat, namun karena ada pekerjaan jadi saya memilih untuk merampungkan pekerjaan dahulu. Alasan keduanya karena ada makanan yang dengan setia menanti di pantry.
Ada hal yang unik saat sholat jumat, pasalnya setiba di masjid ada sekitar ratusan Brimob yang berjaga di masjid. Seperti halnya sholat jumat di daerah konflik. Yang adzan pun anggota Polri lengkap dengan seragam coklatnya. Mungkin ini pengalaman yang baru saya alami, beribadah dikelilingi Brimob lengkap dengan senapannya. Usut punya usut ternyata bapak Brimob ini berangkat dari bawah. Bukan untuk penjagaan melainkan untuk makan siang sekaligus ibadah. Karena memang di samping masjid ada warung yang cukup besar. Sehingga bisa menyiapkan konsumsi untuk mereka, sekaligus beribadah sholat jumat.
Sepulang sholat jumat saya memilih untuk berjalan kaki kembali ke kampus. Awalnya memang ada rasa was-was. Tapi untuk mengundang rasa lapar, saya memilih untuk berjalan kaki. Meskipun harus berjalan di tengah sepinya kampus, untungnya saya sampai dengan selamat dan perut berhasil lapar saat masuk ruangan. Senang rasanya bisa mengantor dengan santai. Mungkin hanya kali ini saja saya mengantor dengan baju santai. Mungkin seharusnya memang begini, untuk bekerja tidak perlu pakaian yang formal. Karena memang kondisi masih ada saling palang di sini dan sana. Lebih baik siapkan mental dan niat yang kuat untuk bekerja. Jika ada pendemo yang meminta pulang ya pulang saja. Tapi esok harinya tetap berangkat lagi.

Sabtu, 24 Agustus 2019

Sepertinya hari itu kondisi sudah stabil. Meskipun internet masih belum menyala, tapi di jalanan sudah cukup ramai. Pedagang warung sudah mulai membenahi warungnya yang menjadi korban kerusuhan. Beberapa pedagang yang tidak menjadi korban sudah mulai berani membuka usahanya lagi. Dan sepertinya semua orang sudah berdamai dengan situasi, termasuk situasi tidak ada sinyal internet.
Siang ini saya berniat untuk pindahan ke kos. Rasanya tidak nyaman di tempat mas Tomo selama beberapa hari. Bukan karena perlakuan beliau, tapi lebih ke perasaan saya sendiri yang tidak enak. Jadilah siang itu saya pindahan dan memutuskan tidur di kos saat malam minggu.
Pertama sampai kos saya dibuat terkejut tak karuan. Anak-anak kecil yang biasa main di kos ada yang bilang bahwa kemarin saya dicari orang Wamena. Dengan nada santai saya bertanya, "siapa?". Mereka pun menjawab, "tra tau mas, dorang bilang karena status mas yang monyet-monyet itu". Kalimat ini berhasil membuat saya bingung sekaligus khawatir.
Bingung karena memang saya tidak pernah membuat status monyet. Khawatir karena salah paham. Bisa jadi mereka salah paham dengan saya. Mereka pikir Facebook orang lain adalah saya. Dan salah paham tersebut bisa jadi berkepanjangan bila dibalut sempurna dengan emosi.
Tapi saya mencoba untuk menguasai diri agar tidak terhanyut ke dalam ke khawatiran. Tiba-tiba ada kabar bang Najib mau ke sini. Dia ingin mencari wifi. Karena memang di kios depan kos ini ada wifi yang berbayar dengan tarif 5000 per 8 jam. Sekalian main ke kosan sekalian bermain wifi. Setelah sholat maghrib saya ajak dia main ke tempat Mas Ade. Karena di sana ada mas Husen, sekalian saya kenalkan dia dengan mas Husen.
Tapi saat sampai di rumah Mas Ade, malah ada Jaya Sijabat, sama-sama seorang CPNS. Jadinya bang Najib malah bertemu teman-teman bataknya. Kami bercengkrama hingga tidak terasa sampai malam. Saya pun mulai gamang, antara pulang atau tidur di rumah mas Ade. Mengingat ada informasi yang menyatakan saya dicari Orang Asli Papua.
Tapi dengan ucapan bismillah saya mencoba berdamai dengan ketegangan ini. Mencoba berserah diri atas keadaan yang diberikan tuhan. Bila tuhan menghendaki terjadi seaman apapun kondisi kita pasti dalam keadaan bahaya. Sekali lagi karena atas seizinnya.

Minggu, 25 Agustus 2019

Hari ini tidur terasa nyenyak, sama sekali tidak ada kekhawatiran akan keadaan kahar. Intimidasi saat malam hari pun juga tidak ada. Hari ini sama sekali saya tidak tau mau kemana. Tepat jam 10 Bang Najib pun telpon. Mengatakan bahwa ada titipan dari budhe sang tetangga kosnya untuk saya. Dia menganjurkan saya untuk berkunjung ke rumahnya.
Entah mengapa jika ke tempat Bang Najib ini saya akan sangat santai. Mulai pukul 10 hingga pukul 5 sore saya habiskan waktu di kosan bang Najib. Ternyata Budhe memberikan uang kepada saya. Entah karena alasan apa. Saya sampai sore nongkrong di depan kamar kos budhe bersama suaminya juga masih belum ada omongan kenapa saya berhak mendapat uang tersebut.
Alhasil seharian saya menghabiskan hari dengan bercengkrama saja. Tanpa ada keadaan kahar, kecuali anak-anak kos yang tiba-tiba rutin menenggak minuman keras.

0 comments:

Post a Comment