Coro merupakan bahasa jawa dari kecoak, omong coro bermakna omongan ngelantur tapi dapat dinyatakan jujur. Maka ketenangan serupa apa lagi yang dicari di dunia yang fana ini selain kejujuran. Tulisan berikut merupakan contoh dari omong coro.

Search This Blog

Translate

About Me

My photo
Hi, saya pungkas nurrohman yang mencoba dewasa dengan jalan-jalan

Saturday 28 September 2019

Catatan Harian Selama Kerusuhan di Manokwari (Selesai)


7 September 2019

Syukurnya hari ini merupakan hari sabtu, jadi saya tidak perlu ke kantor. Meskipun suasana di Manokwari tetap kondusif, tapi tetap merasa bersyukur. Saya bingung hari ini mau menghabiskan waktu kemana, yang jelas saya hari ini wajib untuk cuci pakaian ke Mas Tomo.
Kondisi air di kos juga sudah mulai menipis, jadi untuk cuci pakaian saya harus mengungsi ke rumah mas Tomo.

8 September 2019

Hari ini sebetulnya sama sekali tidak ada planning jalan. Tapi berhubung diajak mas Husen jalan, maka saya memilih untuk jalan mengikuti kehendaknya. Karena bertepatan dengan hari minggu, maka saya meluangkan waktu untuk liburan tipis-tipis. Pertama saya diajak untuk ke Amban Pantai. Karena niat awalnya mengunjungi rumah Mas Ubas. Tapi dia sangat susah dihubungi. Akhirnya saya berjalan-jalan saja ke Amban Pantai.
Setelah dari Amban Pantai mas Husen saya ajak ke Bakaro. Di pertengahan jalan saya menemukan petunjuk ke Pantai Petrus Kafiar. Pada jalan masuknya terlihat aspal mulus, tapi di pertengahan jalan malah menemukan aspal rusak. Saya memilih untuk mengurungkan niat ke Pantai Petrus dan melanjutkan perjalanan ke pantai Bakaro.
Singkat cerita sampailah kita di Pantai Bakaro dengan aman sentosa. Mas Husen sepertinya senang sekali melihat pantai Bakaro yang tertata rapi. Untuk menambah kesenangannya saya memilih untuk mentraktir Mas Husen di Bakso Solo. Lengkap sudah liburan saya hari ini.

9 September 2019

Hari ini saya berencana untuk masuk kerja, kondisi memang dapat dikatakan hampir stabil. Tapi siapa yang tahu bila sewaktu-waktu kondisi berputar 180 derajat. Apa mau dikata, namanya juga takdir. Maka saya memilih untuk berpasrah diri dan siap-siap mati saja. Jika sewaktu-waktu meninggal biar tidak kaget.
Kabarnya juga besok akan ada demo damai dari berbagai suku. Tadi waktu di kantor ada orang-orang yang berbicara terkait demo damai. Banyak suku yang ikut, suku asli papua dan suku pendatang semuanya diundang. Banyak juga orang kantor yang ikut demo ini. Bu Yuli malah mendapat plot untuk masak. Padahal Bu Yuli adalah orang Toraja.
Mbak Suci juga diajak oleh kasubagnya. Berarti besok kantor akan terlihat sepi dan saya memilih untuk melihat kondisi terkini tanpa ikut aksi. Sepertinya memang menyenangkan mengikuti aksi dan makan bersama suku asli. Tapi takutnya ada chaos di tengah-tengah aksi, saya malah terjebak di tengah kerusuhan.

10 September 2019

Hari ini dapat dikatakan hari yang sangat menegangkan. Bagaimana tidak? Seperti yang sudah saya tuliskan di atas, jika aksi ini benar-benar damai maka internet akan segera aktif kembali. Tapi jika aksi ini chaos, dapat dikatakan banyak pendatang yang terkena dampak.
Siang itu saya lewati dengan rasa was-was sesekali saya melihat grup FB Info Manokwari. Aksi yang diawali dengan longmarch dari Jl. Percetakan sampai lapangan Borasi ini dimulai pukul 8 hingga pukul 12. Jadi semua unsur pegawai negeri di provinsi diwajibkan ikut. Toh nanti jam 12 siang hingga sore masih bisa bekerja. Makanya mbak Suci diajak untuk mengikuti acara ini. Namun Mbak Suci enggan untuk mengikuti. Jadinya dia berangkat siang, seakan-akan ikut.

11 September 2019

Hari ini saya mengantor seperti biasa, sepulang kantor ada Bang Najib yang main ke rumah. Niatnya untuk bermain wifi di kos. Jadi kos saya ini bukannya free wifi, tapi kios di depan kos yang menyewakan wifi dengan tarif 5000/8 jam. Jadi saat jaringan mati seperti ini sangatlah membantu. Di kios merah milik Om Timur depan kos sangat ramai.
Jaringan ini sampai ke kamar saya yang berada di sisi paling depan dari kos Kuning. Jadi niat hati Bang Najib ini tidur di kos untuk bermain wifi. Tapi sebelum bermain wifi, dia mengajak makan dahulu. Karena Bang Najib ini tadi baru pulang dari kampus langsung menuju ke kos. Jadi tidak sempat makan, mandi, dan berganti baju.
Sekali jalan saya diajak juga untuk makan, tentunya Bang Najib yang traktir. Saya pun ikut saja ke warung Mokwam di depan sebuah pondok pesantren di Irman Jaya. Setelah beres untuk menyantap santapan sore itu saya diajak untuk ke kos Bang Najib dulu untuk menunaikan sholat Maghrib.
Di tengah-tengah saya menunggu Bang Najib menunaikan sholat Maghrib tiba-tiba ada WhatsApp masuk. "Lha kan kos ini gak ada wifi". Cepat-cepat lah saya lihat sinyal, eh ternyata sudah ada tulisan 4G yang berarti sinyal sudah stabil kembali. Wuaaaahhhh, sudah ada internet. Girang tak karuan rasanya hati ini, setelah sekian lama berburu internet ke sana kemari sampai di usir mahasiswa saat ada demo.
Akhirnya Bang Najib mengurungkan diri untuk bermain wifi di kos. Dan melanjutkan menyusun bahan ajar untuk esok hari. Rasanya separuh nyawa ini kembali dengan hadirnya internet. Komunikasi kembali terjalin dengan keluarga yang ada di Jawa sana. Mungkin semua kenikmatan akan kembali hadir setelah kenikmatan tersebut hilang sesaat.
Dengan hadirnya internet saya menyatakan catatan harian ini saya akhiri. Mungkin dalam konflik panjang ini dapat diambil pelajaran bahwa bhineka tunggal itu ya harga mati. Tidak boleh saling mencaci atau mau menang sendiri. Satu nusa satu bangsa jangan saling mangsa.

0 comments:

Post a Comment