Coro merupakan bahasa jawa dari kecoak, omong coro bermakna omongan ngelantur tapi dapat dinyatakan jujur. Maka ketenangan serupa apa lagi yang dicari di dunia yang fana ini selain kejujuran. Tulisan berikut merupakan contoh dari omong coro.

Search This Blog

Translate

About Me

My photo
Hi, saya pungkas nurrohman yang mencoba dewasa dengan jalan-jalan

Tuesday 17 January 2017

Romantisme Perjalanan dengan Si Pitung Episode 5



Setelah sampai di BEI Surabaya saya mulai memasuki tempat parkir yang nyaman untuk si pitung, setelah mendapat tempat parkir yang tepat dan nyaman saya mulai meninggalkan si pitung. Setelah bertanya-tanya di dalam gedung BEI saya pun mulai yakin dan memantapkan diri untuk masuk mengikuti seminar yang notabene saya idam-idamkan. Seminar yang awalnya saya anggap pelatihan saham tingkat lanjutan, namun isi dari seminar tersebut tidak sesuai perkiraan. Seminar yang di adakan oleh grup Investor Saham Pemula (ISP) dan gerakan belajar Surabaya ini ternyata diperuntukkan bagi mereka yang ingin mempelajari saham tingkat awal.

Jadi yang awalnya saya memprediksi ini materi tentang analisis teknikal atau fundamental, eh ternyata isinya step by step untuk memulai jual beli saham. Memang sih tidak dipungkiri ada link baru dari teman yang berada di samping saya. Dari teman tersebut yang merupakan investor reksadana saya mendapatkan wawasan tentang reksadana yang selama ini blm saya dapat. Mulai dari cara kerja reksadana sekaligus manajer investasinya sampai cara withdraw uang yang sudah kita masukkan ke reksadana terebut. Tidak hanya itu saya di seminar kali ini juga baru melek kalau banyak ibu-ibu yang minat buat jadi investor saham. Di dalam ruangan seminar saya menemui 5 ibu-ibu yang sudah berumur di atas 40an yang berusaha mendengarkan Penjelasan dengan sesekali menulis Penjelasan tersebut.

Setelah materi beres saya pun kembali menunggangi si pitung yang sudah mulai Lelah menunggu saya selama beberapa jam. Namun rasa Lelah tersebut tak Nampak jelas di raut lampu kota si pitung, saya pun langsung me-trap engkol yang ada di samping kanan si pitung. Untuk melancarkan bensinnya saya sempatkan juga memanasi selama beberapa menit. Niat hati saya pun mengajak untuk menelusuri sesaknya kota Surabaya, dengan cara nyasar kemana-mana alias blakraan kearah kota. Saya pun menyetir setir merah dengan gagang gas biru itu menuju pusat kota yang berjarak kurang lebih 2 kiloan dari gedung BEI.

Seperti halnya motor tua yang menembus macetnya ibukota, si pitung terlihat ngos-ngosan untuk bersaing kecepatan dengan kuda besi lainnya. Yang umurnya jelas lebih muda dan harga lebih mahal dari si pitung. Namun meskipun agak ngos-ngosan si pitung tetap melaju menuju pusat kota dan menembus kemacetan kota di siang hari yang lumayan panas.

Seakan si pitung cuek dengan umur motor lain, setelah capek-capekan di jalan menuju tugu pahlawan. Si pitung saya ajak muter-muter tugu pahlawan (hanya 2 puteran sih). Abis itu langsung di lanjut dengan perjalanan pulang. Di perjalanan pulang si pitung tidak mengalami banyak kendala, hanya seperti halnya motor tua lain yang sesekali mengajak untuk beristirahat. Untuk mendinginkan mesin saya pun mengajak si pitung untuk minggir di trotoar jalan purwodadi. Setelah 15 menit saya pun mengajak si pitung pulang dengan aman dan lancar.

0 comments:

Post a Comment