Coro merupakan bahasa jawa dari kecoak, omong coro bermakna omongan ngelantur tapi dapat dinyatakan jujur. Maka ketenangan serupa apa lagi yang dicari di dunia yang fana ini selain kejujuran. Tulisan berikut merupakan contoh dari omong coro.

Search This Blog

Translate

About Me

My photo
Hi, saya pungkas nurrohman yang mencoba dewasa dengan jalan-jalan

Friday 26 January 2018

Dangdut Sang Transformer


Keanekaragaman budaya sudah menjadi sego jangan untuk warga republik ini, mungkin karena adanya sekat perairan yang begitu luas menjadi budaya tiap daerah berbeda-beda. Termasuk budaya Kendang Kempul atau nama nasionalnya dangdut. Dangdut Lombok dan Jawa pasti berbeda. Orang sama-sama Jawanya saja berbeda, ada tradisi nyawer dan enggaknya.
Jika boleh sesumbar budaya ini mirip teknologi. Pasti ada berubah meskipun sedikit perubahannya. Seperti awal kemunculan komputer DOS yang harus gonta-ganti memasukkan kotakan besar untuk copy data. Pun begitu dengan budaya orkes melayu, diawali dengan Bang Haji Rhoma yang mengusung musik dangdut berbalut religi. Lalu berganti lagi dengan konsep dangdut yang lebih ke tidak seronoh sampai-sampai sang raja dangdut melayangkan protes keras ke biduan yang terkenal dengan goyang ngebor. Sampai pada masa sekarang ketika biduan dangdut sudah naik kelas.
Hal ini memang tak dapat menghapus peran orkes melayu pengusungnya. Jika Lagista pasti kental dengan nama Nella Kharisma, Via Vallen pasti gandeng dengan Sera, dan Sodiq beradu musik dengan Monata. Di balik nama besar pasti ada nama kecil yang menggedor kebiasaan dan menjadi nama besar. Seperti Cak Met musisi perkusinya New Palapa yang menggedor kebiasaan bermain kendang yang biasanya di sett horizontal dia nge sett-nya vertikal. Dengan berbagai ukuran dan alhasil hasil perpaduannya memang menjadi rancak. Gak cukup bunyi dang sama dut saja seperti ketipung kuno dengan dua silinder besar dan kecil.
Itu sisi di atas panggung, di sisi bawah panggung pun pasti ada transformasi. Awalnya joget-joget biasa pas waktu kemunculan dangdut, semakin kesini semakin rusuh dengan para pendekar pencak silat yang biasa membawa bendera dan membuat "tower" di tengah kerumunan penonton. Namun jangan salah sejak adanya inovasi "joget gila" yang di cetuskan oleh Sesar menyebar pula kiblat nonton dangdut untuk joget bukan untuk tawuran. Bahkan akhir-akhir ini sudah ada di berbagai daerah kebiasaan joget bareng. Lha klo ini mungkin pengembangan teori Sesar yang di kembangkan lagi sama mas Temon. Kalau gak salah Temon Holics mereka biasa menyebutnya.
Di ranah sosmed pun mulai ada perkembangan siginificant, mulai anak muda yang prestasi di kampusnya sampai pada rektor bahkan profesor sudah mulai membuat tulisan-tulisan tentang Nella dan Via. Tapi maaf beribu maaf, untuk artis sebangsa Ayu Ting-ting, Zaskia Gotik masih jarang mereka sebut. Mungkin karena mereka ublek di Jakarta saja dan jarang manggung. Membuat adanya tedeng aling-aling para profesor untuk mengobservasi langsung. Paling ketika searching di gugel keluarnya malah gossip -apalagi kalau kata kuncinya Duo Srigala cuma kata "haduh" saja yang keluar- , bukannya vidio mereka manggung. Lain halnya dengan dua biduan (kalau berkenan saya masukkan jihan audy juga). Pasti klo di search keluarnya Nella dengan "hak e hak e nya".
Kesimpulannya semua yang buruk tak pasti buruk, seperti dangdut. Awalnya religi, lalu lagu bang becekin adek dan semakin kesini muncul berbagai lagu asmara sejenis konco dadi tresno.

0 comments:

Post a Comment