Coro merupakan bahasa jawa dari kecoak, omong coro bermakna omongan ngelantur tapi dapat dinyatakan jujur. Maka ketenangan serupa apa lagi yang dicari di dunia yang fana ini selain kejujuran. Tulisan berikut merupakan contoh dari omong coro.

Search This Blog

Translate

About Me

My photo
Hi, saya pungkas nurrohman yang mencoba dewasa dengan jalan-jalan

Thursday 17 June 2021

Hasil Review Singkat RUU Ketentuan Umum Perpajakan


 

RUU ketentuan umum perpajakan
Review Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan

Akhir kepemimpinan Jokowi ini seakan ditandai dengan berbagai UU yang diundang-undangkan secara besar-besaran. Pembaca mungkin masih ingat bagaimana serunya tarik ulur tuntutan UU omnibuslaw, UU yang disusun untuk merevisi sekaligus menambahkan ratusan UU lain ini dianggap sebagai pencapaian baru. Karena banyaknya UU yang terevisi dengan sekaligus tanpa beberapa kali rapat yang jelas ada penghematan anggaran. Tapi yang sangat disayangkan yaitu penetapan yang terkesan teburu-buru, sehingga tidak ada kesempatan untuk publik -yang menjadi subyek UU- melakukan peninjauan terhadap kebijakan tersebut. Saat penerbitan UU pun juga menjadi dilema tersendiri, ada yang bilang ratusan halaman, ada yang bilang ribuan halaman.

Kini rupanya pemerintah juga akan melakukan revisi besar-besaran dalam hal pajak. Beberapa hari belakangan ini sudah mulai riuh rendah tuntutan publik atas revisi besar-besaran terhadap rancangan Undang-undangan ketentuan umum perpajakan. UU KUP ini merupakan dasar aturan perpajakan dalam negeri, dulu saya saat kuliah pajak semester awal dihajar dengan UU ini. Karena berbagai hal tentang pajak memang terkandung di KUP ini. Mulai dari deskripsi pajak, jenis pajak yang dikenakan di Indonesia hingga ketentuan yang merujuk ke hal teknis mengenai tuntutan pajak. Aturan dasar ini kemudian menjadi landasan hukum untuk menerbitkan UU perjenis pajak yang dirasa perlu untuk dirumuskan lebih teknis lagi. Lantas dasar aturan tersebut dibuatkan aturan yang lebih teknis lagi dalam hal pelaksanaannya oleh pemerintah (dengan PP, Perpres, Peraturan Menteri keuangan, atau peraturan dirjen pajak).

Aturan semendasar itu terangkat ke publik melalui media tentu membuat gempar, dari sisi pemerintah pun tidak melakukan publikasi RUU. Sependek sepemantauan saya hanya Prastowo saja selaku wakil Menteri keuangan yang melakukan edukasi. Satu lawan banyak, satu prastowo melawan ribuan netizen. Ditambah aturan yang disoroti media saat awal kemunculan berita RUU tersebut adalah hal pokok yang dipajaki, yaitu PPN atas sembako dan jasa Pendidikan. Berbagai tambahan objek pajak diberikan sorotan lebih oleh berbagai pihak. Tak cukup sampai di sana dalam RUU tersebut juga menyebutkan akan ada penambahan tarif PPN yang awalnya dihajar 10% kini akan dinaikkan 12%. Semakin menjadi-jadilah tunutan yang dilontarkan warganet. Peraturan yang saya sebutkan ini bersumber dari RUU yang dipublikasikan oleh kompas.

Padahal awalnya pemerintah dalam hal ini kementerian keuangan dalam twitnya menyebutkan akan adanya penambahan cluster PPh. Di sisi perubahan PPh ini juga memang terlihat sangat mantap. Dulu saat saya kuliah di pajak hanya ada cluster 5%, 15%, 25% dan 30% hingga batas 500 juta, untuk cara penghitungannya dilakukan secara progresif. Jadi jika penghasilan sudah mencapai cluster 30% ke atas akan tetap dikenakan 30%. Lain halnya dengan yang tercantum dalam RUU ini, ditambahkan satu cluster untuk crazyrich dengan persentase 35% dikenakan untuk nominal 5 milyar ke atas. Sedangkan cluster 30% hanya dikenakan untuk range 500 juta hingga 5 milyar. Namun hal ini sama sekali tidak menjadi sorotan media, karena memang di Indonesia hanya ada segelintir warga yang memiliki penghasilan sebesar itu. Sehingga sama sekali tidak mewakili keresahan segelintir orang itu. Jika dihitung-hitung penghasilan yang dikenakan pajak 35% tersebut harus memiliki penghasilan minimal sebesar 5,8 milyar.

Tapi setelah saya baca dengan seksama ada yang menarik di RUU yang satu ini, yaitu di akhir peraturan menyebutkan adanya bea cukai untuk plastik. Yang dalam UU bea cukai sebelumnya yaitu UU no. 39 tahun 2007 hanya disebutkan objek pajak cukai hanya etil alkohol, minuman yang mengandung etil alkohol dan produk tembakau. Pungutan cukai ini menurut saya adalah sisi keren RUU ini, tanpa mengurangi kritik terhadap pajak sembako yang sangat layak didiskusikan. Sebaiknya pasal mengenai pengenaan cukai plastik ini juga didiskusikan secara lebih serius dikalangan pemerhati lingkungan. Menurut berita yang dirilis tempo cukai terhadap plastik ini sudah didiskusikan setahun yang lalu. Dalam berita tersebut menyebutkan rencana tarif terhadap cukai plastik sebesar 30 ribu perkilogram. Mungkin ini sejalan dengan isu pembangunan berkelanjutan yang dalam Bahasa kerennya SDGs.

Selain cukai plastik ada pasal yang tepat berada di bawah pasal yang menyebutkan cukai plastik, yaitu pajak atas karbon. Meskipun saya agak tidak paham dengan tarifnya -yang memakai satuan karbon dioksida ekuivalen- saya meyakini ini akan memberi dampak pada ekonomi hijau. Plastik dan karbon tersebut yang memang seharusnya dipajaki, agar fungsi pajak tidak hanya fokus pada budgeter tapi juga reguleren yang berarti mengatur. Jika warga yang mengeluarkan emisi karbon diberikan beban pajak tak dapat dipungkiri besar kemungkinan warga akan perlahan bergeser ke teknologi yang dirasa ramah lingkungan. Dalam RUU tersebut dipatok tarif 75 rupiah perkilo karbon dioksida ekuivalen. Dengan diberlakukan pajak seperti ini niscaya jejak karbon akan lebih terkendali.

Mungkin memang bisa dikatakan pemerintah seakan memerah warga negara dengan menambahkan pajak dibeberapa sisi kehidupan. Tapi dengan hadirnya dua pasal yang lagi-lagi saya menyebutnya dengan kalimat keren ini, saya rasa RUU ini harus diberikan koreksi di sana sini namun juga masih layak untuk disahkan menjadi UU. Tugas kita hanya mengoreksi yang merugikan unsur kehidupan dan mendukung yang dirasa sangat menguntungkan kehidupan kita seperti pasal cukai plastik dan pajak karbon tersebut. karena jika tidak dikawal bisa-bisa niat pemerintah untuk mengenakan cukai plastik akan putus ditengah jalan, saat nego dengan DPR. Inilah pentingnya menilik peraturan secara menyeluruh, jadi kita dapat mengetahui secara keseluruhan keuntungan dan kerugian jika UU ini disahkan.

0 comments:

Post a Comment