Coro merupakan bahasa jawa dari kecoak, omong coro bermakna omongan ngelantur tapi dapat dinyatakan jujur. Maka ketenangan serupa apa lagi yang dicari di dunia yang fana ini selain kejujuran. Tulisan berikut merupakan contoh dari omong coro.

Search This Blog

Translate

About Me

My photo
Hi, saya pungkas nurrohman yang mencoba dewasa dengan jalan-jalan

Thursday 21 January 2021

Membangun Kedaulatan Ekonomi


Sumber: Sindonews.com


Kurang lebih sudah terhitung dua tahun saya tinggal di manokwari. Semakin hari saya semakin ragu dengan ketahanan ekonomi Papua. Keraguan tersebut tidak hanya omong kosong, saat pandemi ini terbukti. Semua hal yang digunakan di papua berasal dari pulau jawa. Musim pandemi membuat supply terganggu alhasil barang-barang naik harga. Seperti contoh misalnya beras, papua seluas ini hanya beberapa daerah saja yang memiliki sawah. Sisanya tidak memiliki sawah tapi terlanjur terbiasa makan beras. Jadi harus mengambil beras dari makassar atau jawa. Hal ini yang membuat papua semakin miskin, karena uangnya tetap berputar ke luar lagi. Industri di papua juga sangat jarang, khususnya di manokwari hanya ada pabrik semen.

Jika dirunut ini bisa jadi merupakan kesalah perilaku belanja. Tak dipungkiri memang harga barang di papua lebih mahal daripada jawa. Dan pendatang juga mayoritas membelanjakan uangnya langsung dari jawa. Hal ini yang menyebabkan pemerataan uang kurang merata. Memang harga barang dari luar papua lebih murah, tapi jika langsung membelanjakan uang di luar papua sedangkan kita mendapatkan uang dari papua pasti akan terjadi kekurang merataan keuangan. Alhasil adanya ketimpangan dalam sebuah wilayah.

Apalagi jika mendapat uang dari negara, seperti halnya saya yang pegawai negeri ini. Mendapat uang dari jawa, lantas dibelanjakan di jawa dan menjadi kaya. Pasti tetangga kanan kiri tidak merasakan aliran uangnya. Alhasil ada ketimpangan antara kita dan tetangga. Jika hal ini meruncing pasti akan ada banyak yang dikorbankan. Mulai dari silaturahmi hingga harta benda karena mereka pasti melihat kita sebagai tetangga yang pelit. Kemiskinan menjadi-jadi dan alhasil kriminalitas meningkat.

Namun lain halnya jika kita mau membelanjakan di tempat kita tinggal. Tanpa melihat gap harga yang memang dapat diirit. Demi menjaga kemakmuran dan juga mengantisipasi ketimpangan seperti yang sudah saya jelaskan di atas. Karena jika dilihat dampaknya pasti akan kemana-mana. Biaya yang ditimbulkan dari dampak tersebut bisa dikatakan lebih besar dari yang kita hemat jika membeli di daerah lain. Maka dari itu saya memilih untuk membeli barang di daerah dimana tempat saya tinggal saja. Meskipun ada selisih harga setidaknya saya sudah menghidupi ekosistem bisnis sekeliling saya.

Hal ini mirip dengan konsep belanja ke tetangga, bukan ke supermarket atau minimarket tapi ke tetangga. Karena dengan begitu kita sudah menolong bisnis sekitar rumah kita. Meskipun harganya sedikit mahal, tapi jika diniatkan untuk menolong pasti ada nilai lebih. Karena percaya atau tidak bahwa kita akan lebih dekat dengan tetangga yang menjual barang hanya dengan membeli kebutuhan rutin. Jangan ragu untuk menanyakan keperluan harian anda. Jika di tetangga dekat tidak ada barulah kita ke minimarket atau toserba yang lumayan jauh dari rumah. Selain mengeratkan silaturahim, hal ini bisa membuat kedaulatan kebutuhan di sekitar kita terpenuhi. Dan jika sewaktu-waktu terjadi lockdown dan supply chain terganggu, lingkungan kita masih bisa bertahan karena ada kebiasaan memenuhi stok secara profesional di segi penjual. Dan juga ada kebiasaan membeli di tetangga dalam hal pembeli. Alhasil terciptalah ekosistem ekonomi di sekitar kita 

0 comments:

Post a Comment