Kelimpungan Kuliah Online
Beberapa hari ini saya cukup kelimpungan mengikuti metode belajar online-nya Universitas Terbuka. Selain karena harus mengurusi Umar yang semakin besar semakin kreatif, saya juga memiliki target untuk belajar online meskipun dapat dibuat mainan namun saya menolak untuk main-main. Setiap matakulian harus saya pelajari sebagaimana halnya orang berkuliah offline.
Mungkin memang terlalu
berlebihan, namun saya berpikir jika saya bermain-main dalam kuliah maka sama
saja dengan melakukan korupsi. Meskipun Mamat teman saat kuliah D3 Perpajakan
yang dulu terbilang idealis dalam belajar, akhir-akhir ini mengoreksi idealismenya
dengan mengatakan “Jika umur 20-an tidak idealis maka ia rugi, namun jika usia
30-an masih idealis maka ia bodoh”. Namun sepertinya kurang relevan dengan
saya.
Karena saya saat ini belajar
dengan surat ijin tugas belajar, dengan masih dibayar gaji dan tunjangan,
alhasil saya saat ini diberikan hak oleh negara namun diberikan kewajiban untuk
belajar. Maka dari itu saya belajar dengan bersungguh-sungguh. Meskipun saya
akui tidaklah mudah untuk belajar tanpa guru namun hanya bermodal buku. Dalam
setiap diskusi sepertinya kosong, tak ada materi apapun yang dapat saya sesap
di setiap diskusi.
Diskusi ini seperti hanya
bersifat komunikasi satu arah, sama seperti buku. Namun bedanya buku memberikan
materi, namun dalam diskusi saya mengeluarkan materi yang saya pahami. Tidak
ada bedanya dengan tugas menulis artikel. Jadi dalam kuliah online UT ada dua hal
yang harus dilakukan, pertama adalah diskusi yang setiap minggunya tidak wajib
dilakukan, namun jika dilakukan kita akan mendapat nilai tambahan. Diskusi ini
berlangsung 8 kali dalam satu semester, sehingga setiap minggunya kita akan
diminta untuk menjawab pertanyaan dalam diskusi yang diminta oleh tutor. Kedua
yaitu tugas yang diberikan 3 kali dalam satu semester. Durasinya saya lupa
setiap berapa minggu sekali, namun durasi pengerjaan tugas biasanya 2 minggu,
berbeda dengan diskusi yang setiap minggunya akan ditutup di LMS.
Namun jika saya mengikuti diskusi
ini, saya lebih dapat belajar mengenai materi yang harus dikuasai saat diskusi
tersebut. Meskipun ada yang kurang pas dengan istilah diskusi, saya tetap
mengikuti diskusi ini dengan tuntas dengan kondisi yang saya sebutkan
sebelumnya yaitu kelimpungan. Mungkin asyik jika memiliki teman diskusi dalam
sebuah mata kuliah, tapi sepertinya mustahil bagi saya yang melakukan rekognisi
pembelajaran lampau. Karena saya dapat memilih matakuliah semester berapapun
tanpa ada paket semester yang dijatah. Hal ini yang menyulitkan, karena saya
pasti harus berpindah-pindah tingkat kelas.
Hingga saat ini saya masih belum
menemukan solusi jangka pendek untuk hal ini, untuk solusi jangka panjang mungkin
terbilang sedikit gila. Yaitu membuat himpunan mahasiswa jurusan administrasi
publik. Selain karena mahasiswa jurusan administrasi publik ini merupakan para
pekerja, sebagian besar PNS. Pun juga karena mahasiswanya tersebar dari sabang
sampai Merauke, meskipun memungkinkan untuk membuat grup diskusi matakuliah,
tapi dengan populasi yang sebesar itu tentu butuh sumberdaya yang besar untuk
mengaturnya.
Di sisi lain saya tidak mengenal
siapapun mahasiswa jurusan administrasi publik. Menjadikan ini ide gila namun
patut untuk dicoba. Mungkin melempar opini ini di grup twitter/X “UT Fess” agar
bisa dilakukan cek ombak. Mungkin cek ombak saja tidak cukup, dengan melakukan
cek ombak saya harus melakukan tindakan-tindakan lain untuk mewujudkan teman
diskusi lintas mata kuliah. Tapi apa bisa? Dan apakah mungkin dengan kondisi
saat ini terseok lalu mau membuat organisasi baru? Lihat nanti saja, setidaknya
saya sudah menuangkan di blog ini dan harus bertanggung jawab dalam
menceritakan hasilnya nanti.