Koperasi dalam Konferensi
![]() |
Andy Stauder dalam presentasi mengenai Transkribus di Konferensi Wikisource |
Sudah lama saya mendengar bahwa koperasi di Eropa tumbuh subur. Fokus koperasi di sana juga cukup general, tidak melulu tentang koperasi sebagai dukungan finansial, namun juga meluas hingga menjadi organisasi setara perusahaan namun dijalankan dengan prinsip demokrasi.
Awal saya bersinggungan dengan koperasi dan mengenal kedalaman koperasi adalah melalui Gapatma, dengan mengusung demokrasi ekonomi (demeko), 334455 menyebarkan pemahaman koperasi tidak hanya tentang dukungan finansial sebagai koperasi simpan pinjam, namun juga melalui prinsip sebuah usaha ekonomi juga dapat dibuat demokrasi melalui koperasi. Karena prinsip koperasi yang diusung oleh bung Hatta adalah sama rasa sama rata. Sehingga tidak ada pemilik modal dan pekerja, semuanya menanggung konsekuensi dari sebuah bisnis yang diusahakan bersama. Seperti yang sudah saya ulas dalam tulisan beberapa tahun lalu.
Saat itu saya hanya mengetahui kabar melalui lisan dan sosial media saja, bahwa konsep koperasi sudah timbuh subur di tanah Eropa, hingga klub bola Barcelona juga katanya dikelola oleh koperasi. Karena memang hanya melihat dan mendengar melalui tulisan, saya masih belum 100 persen percaya. Bisa saja konsep koperasi tersebut hanya dibingkai dari luar, mirip seperti koperasi simpan pinjam di sekitaran rumah saya, yang dari penampilan koperasi namun dalamannya lintah darat. Yang tidak pernah mengajak anggotanya rapat dalam hal pengelolaan bisnis.
Hal tersebut, ternyata terbantahkan saat saya mengikuti konferensi di Bali kemarin. Salah satu presenternya adalah Andy Stauder. Seorang direktur dari Read co-op yang merupakan developer dari transkribus. Saat itu Andy mempresentasikan transkribus sebagai produk OCR tulisan tangan. Gampangannya jika kita memiliki tulisan tangan berupa PDF, transribus ini dapat membantu menjadikan tulisan ketikan. Transkribus kini bisa digunakan di wikisource bahasa indonesia hingga jawa. Untuk presentasi Andy mengenai hal ini jika pembaca tertarik dapat melihat di sini.
Terlepas dari presentasinya, saya terperangah dengan model bisnis dari Read Co-op ini. Dengan model manajemen koperasi berhasil membuat suatu usaha teknologi dengan anggota lintas negara dan juga berhasil bekerjasama dengan ratusan perusahaan. Hal ini dilandasi dengan motto "tujuan sebelum keuntungan". Agak gila juga rasanya motto tersebut, dengan mengesampingkan keuntungan namun fokus kepada tujuan, dan masih bisa jalan sejak 2019. Hal ini mematahkan asumsi bahwa yang terlalu idealis akan mati terinjak oleh mereka yang realistis.
Mungkin hal ini juga dapat ditirukan oleh usaha-usaha yang idealis di Indonesia. Dengan tetap mempertahankan idealismenya, berusaha membantu sesama dengan tetap mengusahakan bisnis tersebut tetap berjalan sebagaimana mestinya. Koperasi menjadi jalan tengah, bagaimana aksi sosial tetap berjalan beriringan dengan realitas bisnis. Bukan semata-mata hanya untuk meraih profit, namun juga untuk keberlanjutan bisnis agar tidak punah.
Memang hal ini sudah dilaksanakan di koperasi-koperasi non finansial, seperti koperasi sekolah atau koperasi pegawai. Namun gaya manajemennya masih berfokus pada bisnis, bukan pada tujuan awal koperasi terbentuk. Bahwa urusan keuangan, perhitungan profit, dan manajemen bisnis seperti biasanya harus terlaksana, memang sah-sah saja. Tapi hal tersebut hanya sebuah usaha agar tujuan tercapai dengan mempertahankan keberlanjutan koperasi.
0 comments:
Post a Comment