Wisata Sejarah yang Tak Disengaja
Akhir-akhir ini saya sibuk banget
sampek lupa rasanya liburan dan membuat review tempat wisata di blog ini. Memang
benar yang dikatakan banyak orang, kalau manusia itu banyak maunya. Giliran kemauannya
dikabulkan sama tuhan muncul lagi dah tuh kemauan yang lain lagi, dan gitu
terus sampek lebaran kuda. Udah ah
kalau nyeritain keluh kesah melulu
bisa-bisa jadi buku diary versi
digital nih blog.
Oke dah langsung aja kali ini
saya mau cerita kronologis penemuan temat yang awesome waktu saya menjalankan tugas menjadi kurir hari ini. Jadi gini
cerita selama beberapa hari ini saya kan berusaha mencari sesuap nasi dengan
cara ngurir. Lha ini tadi pas saya
dapat jatah kiriman ke daerah Wajak. Tempat antah-berantah yang paling jarang
saya kunjungi. Sampai-sampai saya blank
untuk menentukan fastest route menuju
kesana. Akhirnya saya menemukan dan memilih jalur ke Wajak via Talok, Turen.
Dan bumb.... ada letupan kecil
di otak saya saat melewati desa Pagedangan. Rupanya memori otak saya mencoba
mengingatkan bahwa saya pernah membaca nama desa ini pada sebuah buku, yaitu
buku tentang biografi Rahmat Shigeru Ono, seorang perwira nipon yang memiliki semangat asianisme dan kecantol di indonesia sampai akhir hayatnya. Dalam salah satu scene di buku tersebut ada sebuah cerita
waktu peperangan melawan pasukan Belanda paska kemerdekaan terjadi disepanjang
jalan perbatasan antara Turen dan Wajak. Karena letaknya diperbatasan dan juga
areal hutan menjadikan lokasi ini menjadi sangat strategis untuk melakukan
perlawanan. Jika ada yang terluka juga cukup dekat untuk menuju RST Bokor yng
terletak tidak jauh dari Pagedangan.
Dari pagedangan cerita tersebut
saya mencoba-coba menerka kalau para penjajah dari arah Lumajang mereka melawan
dari desa Pagedangan apa gak terlalu
jauh mengorbankan tanahnya?. Bayangin aja
dari Gladak Perak sampai Dampit sudah hilang digilas Belanda. Namun ditengah
saya termenung sambil menikmati perjalanan sayup-sayup muncullah perawakan
Gunung Semeru dari balik kabut yang menutup.
-
Tuhkan jadi karya tulis sastra
+ ye...
gak papa kali yang penting review area dan ceritanya tersampaikan
-
Oke deh, monggo
dilanjut
Mungkin gunung itulah yang
menjadikan alasan para pejuang melakukan perlawanan dibatas kecamatan Wajak dan
Turen ini. Dari analisa pendek saya menyimpulkan mereka membiarkan konvoi
tentara kolonial kecapekan karna menyeberangi sungai gladak perak dengan cara
tradisional (karena jembatan Gladak Perak dibakar) dan mulai menyerang di desa
ini. Jika kuwalahan mereka tinggal
menghubungi pasukan yang berada di gunung Semeru untuk menyerbu dari atas
gunung.
Demikianlah sejarah yang gak tau
bener atau enggaknya namun tetep saya tulis. Bagi anda yang membaca artikel
ini, saya mohon maaf banget sudah
membuang waktu berharga anda untuk membaca tulisan diatas. Dan makasih banget karna meluangkan waktu gabut anda di kantor (ups...) untuk
membaca blog saya.
0 comments:
Post a Comment