Coro merupakan bahasa jawa dari kecoak, omong coro bermakna omongan ngelantur tapi dapat dinyatakan jujur. Maka ketenangan serupa apa lagi yang dicari di dunia yang fana ini selain kejujuran. Tulisan berikut merupakan contoh dari omong coro.

Search This Blog

Translate

About Me

My photo
Hi, saya pungkas nurrohman yang mencoba dewasa dengan jalan-jalan

Saturday 3 August 2019

Setitik Nila yang Hampir Rusak (7)


Baca Cerita Sebelumnya
Sumber: https://twitter.com/bemb_beng

Siang itu terasa terik sekali, Ashari pun juga rewel. Maklum bayi yang belum
cupak pusar akan sangat terganggu dengan teriknya siang. Baru umur beberapa hari, penglihatan belum sempurna, pusar masih terbungkus kain kasa selepas digunting. Nila antara bingung dan senang memberikan ASI kepada Ashari.
Saat sedang asyik merasakan nikmatnya memiliki anak, pintu kamar pun diketuk ibu. "Ashari kenapa dari tadi menangis?", Tanya ibu sembari dengan membuka pintu kamar. "Enggak bu cuma pingin netek", jawab Nila sambil menggendong Ashari.
Rupanya ucapan itu cuma modus ibu yang ingin menggendong cucu pertamanya. "Apa kamu tidak capek dari subuh nggendong Ashari? Sini ibu gendong", ibu melancarkan modusnya yang disusun semenjak mengetuk pintu kamar. Sembari menikmati peran sebagai nenek, dengan tangan kanannya ibu mengelus kepala Nila. "Kami cantik Nil, lebih putih dari saat kamu keluar rumah", kata Ibu. Entah mengapa Nila sangat menikmati momen ini. Momen merasakan nikmatnya menjadi seorang anak sekaligus seorang ibu.
Perlahan air mata pun menetes di mata kedua ibu tersebut. Entah rasa bangga, haru, senang, dan tercengang atas banyaknya tikungan dalam lika-liku kehidupan ini. Terlebih Nila yang saat beberapa bulan lalu sempat mengkhianati Ibu demi seorang setan yang berbaju pemuka agama. Masih membekas di ingatan, petuah Ibu yang memang bersumber dari grup WA PKK. Ia berpikir kekhawatiran itu muncul bukan karena info tersebut saja, tapi ada faktor naluri keibuan yang ikut berperan di sana.
***
"Suamimu apa sudah diberikan kabar?", Suara Ibu membuyarkan lamunan Nila. "Belum bu, dianya aja nggak peduli", jawab Nila dengan cuek. "Jangan begitu nak, sebejat apapun dia memperlakukanmu. Dia tetap suamimu. Apa kamu gak takut kena azab karena tidak berbakti pada suami?". Kali ini Nila rupanya ingin berdiskusi dengan kedua orang tuanya. Apakah yang sebaiknya dilakukan olehnya. Setelah mengirim pesan singkat kepada Habib berisi kabar bahwa ia melahirkan beberapa hari yang lalu, Nila mencari bapak untuk diajak duduk bersama Ibu di ruang tamu.
Bapak dan Ibu memberikan pendapatnya terkait menantunya yang tidak bertanggung jawab itu. Inti dari pendapat keduanya adalah melarang Nila untuk kembali ke rumah Habib, sampai Ashari bisa merangkak. Karena sangat susah untuk mengurus bayi. Bila Nila sendiri di rumah sebesar itu, takutnya akan kerepotan sendiri untuk mengurus pekerjaan rumah tangga, dirinya dan juga anaknya. Peran seorang lelaki yang mengayomi sangat dibutuhkan di saat ini. Bila di rumah orang tuanya pasti Nila akan terbantu, dan pasti juga banyak yang membantu.
Di tengah percakapan sore itu yang ditemani teh buatan Nila sebagai ucapan terimakasih atas urun rembuk kedua orang tuanya, tiba-tiba telepon genggam Nila berdering keras. Khawatir mengganggu Ashari yang sedang tidur, langsung diangkat tanpa melihat siapa yang menelpon. Ternyata ada suara pria yang familiar di kuping Nila, ya diujung sana ada Habib Turmudzi yang menelpon. Ia mengucapkan selamat kepada bunda baru dan menyatakan talak sebanyak 3 kali sebagai isyarat cerai.

0 comments:

Post a Comment