Coro merupakan bahasa jawa dari kecoak, omong coro bermakna omongan ngelantur tapi dapat dinyatakan jujur. Maka ketenangan serupa apa lagi yang dicari di dunia yang fana ini selain kejujuran. Tulisan berikut merupakan contoh dari omong coro.

Search This Blog

Translate

About Me

My photo
Hi, saya pungkas nurrohman yang mencoba dewasa dengan jalan-jalan

Thursday 29 April 2021

Betapa Repotnya Menatausahakan Aset Militer


KRI Nanggala

Beberapa hari yang lalu, indonesia berduka atas hilangnya KRI Nanggala. Awalnya putus hubungan tapi setelah 3 hari tidak ditemukan, kapal selam tersebut dinyatakan berpatroli untuk selamanya. Ada 52 awak kapal yang ikut tenggelam di kedalam 800 meter. Isak tangis duka haru menyelimuti negeri atas menghilangnya kapal selam yang direncanakan untuk latihan menembak rudal di selat bali tersebut.

Otak liar saya lantas menerawang jauh atas bencana ini. Perlahan-lahan terawangan tersebut merapat ke aktifitas sehari-hari saya. Yaitu pelaporan keuangan instansi. Menjadi sangat menarik jika melakukan eksplorasi, "bagaimana jika saya yang menangani penatausahaan kapal selam yang hilang tersebut?". Alhasil saya iseng mencari regulasi yang pas dan memang harus dilakukan jika kapal tersebut harus dihapuskan dalam daftar aset.

Ternyata penghapusan aset kapal selam seharga 7 trilyun itu mekanismenya sama dengan penghapusan aset biasa. Kapal selam yang termasuk dalam peralatan dan mesin sama dengan kendaraan lain, juga ada klasifikasinya dalam pencatatan BMN. Sub kelasnya menjadi kendaraan bergerak dengan klasifikasi khusus. Kelas peralatan dan mesin dengan klasifikasi tersebut menurut PMK no. 296 tahun 2019 memiliki nilai manfaat 10 tahun. Jadi jika kapal selam tersebut buatan tahun 1981 dapat dikatakan aset tersebut sudah disusutkan habis. Lantas apa masih perlu dihapuskan jika aset sudah tidak memiliki nilai?

Jawabannya adalah wajib, karena pencatatan aset negara tidak hanya terkait dengan nilai aset saja, tapi juga ada pencatatan jumlah aset secara fisik. Dalam laporan BMN juga diungkapkan secara kelayakan barang tersebut dalam kondisi baik atau rusak. Jadi dapat disimpulkan meskipun kapal selam bernomor 421 ini buatan tahun 1981 tetap harus ada penghapusan jika memang sudah hilang atau rusak seperti yang sudah kita ketahui di berita. Jika tidak dihapuskan nantinya pasti ada revaluasi dan satuan kerja pemilik aset tersebut akan kesulitan jika pihak KPKNL hendak melakukan revaluasi aset.

Penghapusan aset BMN secara normal sependek sepengetahuan saya jika kendaraan umum, memang harus ada surat keterangan dari samsat terkait pajak dan kesesuaian dokumen lain antara satuan kerja pemilik aset dan samsat. Tapi untuk kapal selam yang kecelakaan seperti KRI nanggala sepertinya cukup dengan surat keterangan dari kepolisian disertai dengan dokumentasi dari basarnas sudah bisa diurus dokumen penghapusannya di KPKNL dimana satuan kerja tersebut terdaftar.

Selain penghapusan saya juga tergelitik untuk berandai-andai jika ada sumbangan kapal selam dari masyarakat. Karena akhir-akhir ini saya lihat twitternya ustad salim a fillah, ustad abdul somad, beserta akun masjid jogokaryan menginisiasi untuk patungan kapal selam untuk indonesia. Lantas saya membayangkan jika patungannya tersebut sudah dapat membeli kapal bagaimana cara pencatatannya? Kemudian perlahan-lahan saya membagi menjadi dua skenario. Skenario pertama adalah masyarakat menyumbang dalam bentuk uang. Jika masyarakat menyumbang dalam bentuk uang maka dalam risalah sumbangan tidak dapat dicatatkan langsung menjadi aset. Saat serah terima sumbangan wajib adanya bukti acara serah terima, ringkasan hibah, dan juga perjanjian hibah. Masyarakat yang menyumbang juga dapat memberikan batas waktu dan dicantumkan dalam perjanjian hibah. Setelah satuan kerja penerima sumbangan sudah mendapat uang serta ketiga dokumen, maka wajib dilakukan pengesahan hibah ke Kantor wilayah DJPb. Setelah pengesahan selesai maka dilakukan mekanisme pengadaan barang. Tentunya dengan nilai sebesar itu akan dilakukan lelang dan kemudian dilakukan pemilihan dan kemudian pembangunan unit kapal selam. Di sini pasti akan memakan waktu yang lama, maka dari itu sebaiknya dicantumkan waktu pengadaan dalam naskah perjanjian hibah.

Lain halnya jika masyarakat langsung memberikan kapal selam kepada pihak TNI AL. Mekanisme serah terima hibahnya masih sama, yaitu mensyaratkan bukti serah terima barang, perjanjian hibah dan ringkasan hibah. Setelah itu tetap dilakukan pengesahan hibah ke kanwil DJPb, setelah dilakukan pengesahan lantas dilakukan pengadministrasian aset. Pencatatan aset hibah ini dilakukan di KPKNL. Setelah mendapat persetujuan dari KPKNL baru dilakukan pencatatan aset di tingkat satuan kerja penerima hibah.

Dari serangkaian panjang ini saya lambat laun bersyukur tidak menjadi orang pelaporannya militer. Mengingat rumitnya penghapusan aset dan pengesahan hibah itu sendiri. Belajar dari kerumitan penghapusan aset di satker saya sekarang, yang mensyaratkan berbagai persyaratan yang rasanya mustahil dapat dilakukan jika sebelumnya tidak melakukan pencatatan secara tertib. Selain itu juga pengesahan hibah secara kenyataan tidak semudah apa yang saya jelaskan. Saat pengesahan dari pihak kantor wilayah DJPb biasanya meminta hal yang tidak kita sadari. Lagi-lagi saya mengambil contoh dimana tempat saya bekerja. Awalnya saat penyerahan hibah kami tidak meminta nomor pengesahan hibah daerah, eh waktu pengesahan diminta nomor pengesahan hibah dari pemerintah daerah. Semoga saja dari mekanisme pengadministrasian tersebut dilancarkan semuanya. Agar pihak administrator BMN tidak pusing dan kemudian stres seperti operator BMN ditempat saya bekerja.

0 comments:

Post a Comment