Coro merupakan bahasa jawa dari kecoak, omong coro bermakna omongan ngelantur tapi dapat dinyatakan jujur. Maka ketenangan serupa apa lagi yang dicari di dunia yang fana ini selain kejujuran. Tulisan berikut merupakan contoh dari omong coro.

Search This Blog

Translate

About Me

My photo
Hi, saya pungkas nurrohman yang mencoba dewasa dengan jalan-jalan

Friday 6 August 2021

Agar Tenang dan Produktif Di Masa Pandemi


 

Sumber: IG akun @biropsikologiDINAMIS


Dalam kehidupan kita pasti mengalami beberapa peristiwa, respon terhadap peristiwa tersebut pastilah beragam, tiap-tiap orang akan merespon dengan cara berbeda-beda. Contohnya saat musim pandemi ini, ada yang dengan garangnya menyalahkan setiap pihak yang patut bertanggung jawab atas adanya pandemi ini, ada pula yang tetap melakukan apa yang dapat dilakukan sepanjang tidak melanggar peraturan terkini. Bukan lantas cuek terhadap keadaan terkini, namun berusaha untuk menjadi -meminjam istilah Prof Rhenald Kasali- good passenger.

Tentu kedua respon tersebut sudah lumrah kita temukan di era pandemi ini. Terlebih di sosial media. Kelompok pertama terkesan gahar dan keren, karena tidak dapat dipungkiri opini yang mereka luncurkan masih ada yang masuk akal. Tapi jika kita melakukan hal itu, apa lantas menemukan ketenangan hidup? Saya rasa mustahil. Karena terus menerus kita merespon kejadian-kejadian yang merundung. Alih-alih menemukan keterangan atas apa yang terjadi, malah kita menemukan ketegangan.

Ada anggota DPR menolak vaksin kita menanggapi secara serius, ada dokter yang mengatakan pandemi ini adalah akal-akalan saja kita ikut terpancing emosi, hingga ada kabar PPKM darurat diperpanjang kita ikut mencibir. Jika direnungkan apa energi kita tidak habis untuk meladeni hal yang diluar jangkauan kita? Sabrang “Noe” anaknya Caknun yang vokalisnya Letto itu mengatakan dalam hidup itu terbagi dalam 3 lapisan lingkar, yaitu: lingkar pengaruh yang kita dapat ubah dengan sumber daya yang kita miliki, kedua lingkar peduli yang secara langsung tidak dapat kita ubah dengan energi yang kita miliki, dan lingkar perhatian yang hanya dapat kita perhatikan saja tanpa ada yang dapat kita lakukan.

Seperti contoh misalnya dalam mengendarai motor, jika kita adalah pengendara motor, maka dapat dikatakan laju motor tersebut adalah lingkar kendali kita. Mau jalan kemana dengan kecepatan berapa semua ada dalam kendali kita. Lain halnya jika kita sebagai penumpang yang dibonceng, energi kita hanya dapat disalurkan untuk memperingatkan orang yang memegang stang motor saja. Masalah orang yang membonceng kita tidak menurut omongan kita adalah hak prerogative sang pengendara. Contoh untuk lingkar perhatian adalah saat kita naik motor dan melihat mobil di depan kita, energi yang dapat kita salurkan hanya sebatas memperhatikan. Terserah orang dalam mobil tersebut menyetel lagu Jihan Audy atau Via Vallen, kita tidak bisa melakukan protes apapun terhadap musik yang disetel di audio mobil tersebut.

Ada konsep lain terkait kendali, di dalam sebuah Bab di buku Filosofi Teras ada yang menawarkan konsep dikotomi kendali. Sebetulnya konsep ini sama dengan yang ditawarkan Sabrang. Dalam kehidupan ini kita dapat mengklasifikasikan kejadian tersebut ada dalam kenda kita atau tidak. Kita hanya wajib bertanggung jawab atas apa yang ada di dalam kendali kita. Dengan begitu kita tidak membuang energi terhadap semua peristiwa yang tidak dalam kendali kita.

Lantas bagaimana jika kita dirugikan atas peristiwa yang tidak dalam kendali kita? Buku Filosofi teras yang menjelaskan konsep filosofi Stoasisme ini menganggap semua hal yang berjalan di dunia ini sudah kehendak alam, sehingga sekeras apapun kita menyayangkan kejadian tersebut tetap akan terjadi. Kalau bahasa awamnya sudah suratan takdir. Jadi kalau sudah ditakdirkan mendapatkan vaksin yang sudah tertanam microchip ya sudah kita tidak dapat melakukan apapun.

Konsep ini saya rasa sangat relevan untuk menjadikan kita tenang di musim pandemi ini. Sepanjang setiap hal yang terjadi adalah diluar kendali kita, maka kita tidak berhak memikirkannya bahkan mempermasalahkannya. Kita dapat mengalihkan energi untuk sesuatu yang ada didalam kendali kita. Seperti Aril Lasso misalnya, di musim pandemi ini jadwal manggungnya sangat sepi dia malah mencurahkan energinya ke Youtube. Bukan malah memprotes Wali Kota Wuhan, karena sudah jelas diluar kendali. Semoga dengan adanya tulisan ini dapat membuat kita tetap produktif sekaligus tenang di masa pandemi yang tak tahu berakhirnya kapan.


0 comments:

Post a Comment