Agar Tenang dan Produktif Di Masa Pandemi
Sumber: IG akun @biropsikologiDINAMIS |
Tentu kedua respon tersebut sudah lumrah kita temukan di era
pandemi ini. Terlebih di sosial media. Kelompok pertama terkesan gahar dan
keren, karena tidak dapat dipungkiri opini yang mereka luncurkan masih ada yang
masuk akal. Tapi jika kita melakukan hal itu, apa lantas menemukan ketenangan
hidup? Saya rasa mustahil. Karena terus menerus kita merespon kejadian-kejadian
yang merundung. Alih-alih menemukan keterangan atas apa yang terjadi, malah kita
menemukan ketegangan.
Ada anggota DPR menolak vaksin kita menanggapi secara
serius, ada dokter yang mengatakan pandemi ini adalah akal-akalan saja kita
ikut terpancing emosi, hingga ada kabar PPKM darurat diperpanjang kita ikut
mencibir. Jika direnungkan apa energi kita tidak habis untuk meladeni hal yang diluar
jangkauan kita? Sabrang “Noe” anaknya Caknun yang vokalisnya Letto itu mengatakan
dalam hidup itu terbagi dalam 3 lapisan lingkar, yaitu: lingkar pengaruh yang
kita dapat ubah dengan sumber daya yang kita miliki, kedua lingkar peduli yang secara
langsung tidak dapat kita ubah dengan energi yang kita miliki, dan lingkar
perhatian yang hanya dapat kita perhatikan saja tanpa ada yang dapat kita
lakukan.
Seperti contoh misalnya dalam mengendarai motor, jika kita
adalah pengendara motor, maka dapat dikatakan laju motor tersebut adalah lingkar
kendali kita. Mau jalan kemana dengan kecepatan berapa semua ada dalam kendali
kita. Lain halnya jika kita sebagai penumpang yang dibonceng, energi kita hanya
dapat disalurkan untuk memperingatkan orang yang memegang stang motor saja. Masalah
orang yang membonceng kita tidak menurut omongan kita adalah hak prerogative sang
pengendara. Contoh untuk lingkar perhatian adalah saat kita naik motor dan
melihat mobil di depan kita, energi yang dapat kita salurkan hanya sebatas
memperhatikan. Terserah orang dalam mobil tersebut menyetel lagu Jihan Audy
atau Via Vallen, kita tidak bisa melakukan protes apapun terhadap musik yang
disetel di audio mobil tersebut.
Ada konsep lain terkait kendali, di dalam sebuah Bab di buku
Filosofi Teras ada yang menawarkan konsep dikotomi kendali. Sebetulnya konsep
ini sama dengan yang ditawarkan Sabrang. Dalam kehidupan ini kita dapat
mengklasifikasikan kejadian tersebut ada dalam kenda kita atau tidak. Kita hanya
wajib bertanggung jawab atas apa yang ada di dalam kendali kita. Dengan begitu
kita tidak membuang energi terhadap semua peristiwa yang tidak dalam kendali
kita.
Lantas bagaimana jika kita dirugikan atas peristiwa yang
tidak dalam kendali kita? Buku Filosofi teras yang menjelaskan konsep filosofi
Stoasisme ini menganggap semua hal yang berjalan di dunia ini sudah kehendak
alam, sehingga sekeras apapun kita menyayangkan kejadian tersebut tetap akan
terjadi. Kalau bahasa awamnya sudah suratan takdir. Jadi kalau sudah
ditakdirkan mendapatkan vaksin yang sudah tertanam microchip ya sudah kita tidak dapat melakukan apapun.
Konsep ini saya rasa sangat relevan untuk menjadikan kita
tenang di musim pandemi ini. Sepanjang setiap hal yang terjadi adalah diluar
kendali kita, maka kita tidak berhak memikirkannya bahkan mempermasalahkannya. Kita
dapat mengalihkan energi untuk sesuatu yang ada didalam kendali kita. Seperti Aril
Lasso misalnya, di musim pandemi ini jadwal manggungnya sangat sepi dia malah
mencurahkan energinya ke Youtube. Bukan malah memprotes Wali Kota Wuhan, karena
sudah jelas diluar kendali. Semoga dengan adanya tulisan ini dapat membuat kita
tetap produktif sekaligus tenang di masa pandemi yang tak tahu berakhirnya kapan.
0 comments:
Post a Comment