Coro merupakan bahasa jawa dari kecoak, omong coro bermakna omongan ngelantur tapi dapat dinyatakan jujur. Maka ketenangan serupa apa lagi yang dicari di dunia yang fana ini selain kejujuran. Tulisan berikut merupakan contoh dari omong coro.

Search This Blog

Translate

About Me

My photo
Hi, saya pungkas nurrohman yang mencoba dewasa dengan jalan-jalan

Saturday 14 August 2021

Ketimpangan Vaksin


Infanrix hexa vaccine
ilustrasi vaksin (sumber: commons.wikimedia.org)


Kemarin saya sempat terkejut saat melihat story facebook seorang laboran yang memamerkan kartu vaksin ketiga. Sembari geleng-geleng kepala saya menelusuri vaksin apa yang diinjeksikan hingga tiga kali, dalam kartu vaksin tersebut tertulis Coronavac untuk vaksin dosis pertama dan kedua lantas di dosis ketiga tertulis nama Moderna.

Lantas saya membuka twitter lha kok ada cuitan seorang dokter gigi yang intinya marah-marah dengan memnyematkan berita bahwa anggota DPR disuntik vaksin dosis tiga. Maklum saja dia marah, saya yang melihat seorang laboran yang mana adalah seorang tenaga medis disuntik vaksin dosis tiga saja sudah emosi, apalagi seorang tenaga medis yang melihat berita bahwa anggota DPR disuntik dan tidak memiliki kepentingan apapun dalam penanganan pandemi.

Ternyata setelah saya mencoba menulusuri lebih dalam (di beritaonline), vaksin dosis tiga ini digunakan untuk mereka tenaga medis yang didapuk menempati posisi penting dalam penanganan pandemi ini. Tapi akal saya terus memberontak terkait ketimpangan vaksin ini. Pasalnya dari target 208 juta masyarakat yang mendapat vaksin, hingga tulisan ini saya bikin hanya 53 juta orang yang mendapat vaksin dosis pertama (data diambil dari kawal covid). Jika diasumsikan ada 73% orang yang mau divaksin, berarti sekitar 100 juta orang masih kelimpungan mencari vaksin dosis pertama.

Seperti yang sering kita temui di dunia nyata maupun dunia maya, masih ada saja orang yang bertanya “lokasi vaksin saat ini dimana ya?”. Hal ini dapat membuktikan bahwa masih ada orang yang belum vaksin pertama dan berminat untuk divaksin. Kenapa vaksin Moderna itu tidak difungsikan menjadi vaksin untuk mereka yang jelas-jelas mencari vaksin? Mungkin jika beralasan bahwa kita masih butuh tenaga medis agar penanganan pandemi ini tidak memakan korban tenaga medis, saya masih sepakat. Tapi buktinya masih ada saja orang yang tidak memiliki peran apapun dalam penanganan pandemi namun mendapat vaksin dosis ketiga. Terlihat sangat timpang sekali bukan?

Saya hanya khawatir mereka yang 100 juta tersebut susah payah mencari vaksin namun tidak mendapat vaksin dan menjadi malas untuk divaksin. Alhasil 100 juta orang ini menjadi barisan patah hati yang siap untuk menggagalkan upaya imunisasi nasional terhadap pandemi. Tentu pemerintah akan gagal mewujudkan kekebalan kelompok. Lagi-lagi karena salah prioritas.

Karena seperti yang kita ketahui vaksin ini meskipun sudah menjadi rekomendasi WHO dan para dokter, di depan mata kepala kita masih ada yang menyangsikan efektivitas vaksin. Bahkan di titik terekstrimnya ada warga manokwari yang memblokade jalan karena dipaksa vaksin. Kepercayaan terhadap manjurnya vaksin sangat bisa untuk diperdebatkan, karena relevansinya terhadap masyarakat di akar rumput juga bisa dikatakan masih belum ada.

Ada yang sudah divaksin tapi masih terkena covid, ada yang belum vaksin tapi tidak terkena covid, dan berbagai pendapat lain yang siap untuk menggempur keinginan vaksin 100 juta orang yang saya sebu barisan patah hati tadi. Sebaiknya para pengambil kebijakan lebih berhati-hati dalam meluncurkan vaksin dosis ketiga ini. Dampak yang ditimbulkan akan lebih parah dari resesi ekonomi yang sudah dilewati kemarin. Bisa-bisa jika salah dalam membuat skala prioritas, pandemi akan bercokol kuat di negeri ini dan merenggut anak bangsa lebih banyak lagi dan menyisakan luka lebih dalam lagi.

0 comments:

Post a Comment