Coro merupakan bahasa jawa dari kecoak, omong coro bermakna omongan ngelantur tapi dapat dinyatakan jujur. Maka ketenangan serupa apa lagi yang dicari di dunia yang fana ini selain kejujuran. Tulisan berikut merupakan contoh dari omong coro.

Search This Blog

Translate

About Me

My photo
Hi, saya pungkas nurrohman yang mencoba dewasa dengan jalan-jalan

Saturday 28 August 2021

Resensi Film Sabaya


 

Sabaya (2021)
Ilustrasi Sabaya (Courtesy of Sundance Institute)


Semalam saya dan istri menghabiskan malam minggu dengan menonton film dokumenter setelah sebelumnya merampungkan film Cokroaminoto. Karena sebelumnya saya meminjam akun mola tv teman untuk menonton De Oost, tapi malah keterusan menonton Cokroaminoto. Tapi dasarnya memang kita berdua bukan penonton yang baik, jadi mudah bosen setelah satu jam film berputar. Jadinya kami berdua menghabiskan film dalam dua ronde.

Namun kali ini saya ingin mengulas film dokumenter yang berjudul Sabaya. Masih ada kaitannya dengan opini saya sebelumnya, yang mengkritisi aksi Taliban. Sabaya adalah korban kejahatan dari ISIS, dalam film dokumen yang memenangkan berbagai festival film dokumenter tersebut diangkat seorang tokoh bernama Mahmud. Dengan modal telpon genggam dan pistol saja Mahmud bersama teman-teman organisasi Rumah Yazidi tersebut mencoba menyelamatkan wanita Yazidi dari ISIS.

Yazidi adalah sebuah etnis yang ada di Irak yang beragama Yazidi. Nah agama non muslim ini yang kemudian dijadikan sasaran kejahatan ISIS. Dengan dalih mereka non muslim, maka etnis satu ini berhak menjadi budak ISIS. Perempuan-perempuan Yazidi dijadikan budak nafsu yang disebut Sabaya. Sabaya tersebut biasa diselundupkan oleh perempuan ISIS yang berstatus sebagai Germo. Setiap serangan kepada Yazidi mereka pasti menyisakan perempuan-perempuan itu untuk dibagikan sebagai harta rampasan, dan setelah dinikmati tubuhnya kemudian dijual kepada germo yang dalam film tersebut membaur di kamp Al-Hol.

Film dokumenter ini lebih ke arah membuka fakta bahwa ternyata negara islam tidak terlalu islam juga, sekat antara perzinahan dan jihad terlampau tipis. Sehingga para Yazidi yang diberikan label kafir tersebut dapat diperlakukan semena-mena. Ada pula sesama perempuan yang sampai hati menjual mereka, karena memang sudah dilakukan cuci otak agar memperlakukan kaum kafir dengan tidak manusiawi.

Ada fakta baru yang saya lihat dalam film dokumenter ini, yaitu masih adanya polisi yang menjadi musuh dari ISIS. Polisi ini menjadi pelindung dengan asas demokratik, sehingga seperti ada di daerah konflik antara polisi demokrat dan ISIS. Sedangkan Mahmud tadi berangkat dari jalur independent, yang non profit.  Organisasi ini mempunyai orang dalam yang diselundupkan ke kamp Al-hol. Mereka berkomunikasi dengan Mahmud untuk mencari beberapa wanita Yazidi yang dijadikan Sabaya.

Yang sampai film rampung itu belum jelas adalah peran kamp Al-hol. Jika kamp tersebut didirikan oleh ISIS mengapa Mahmud dengan mudahnya keluar-masuk kamp untuk mencari perempuan Yazidi. Pun juga jika kamp tersebut didirikan oleh pihak demokratis, mengapa ada perempuan-perempuan ISIS bebas memperjual belikan Sabaya. Kamp tersebut tidak mirip dengan rumah, buktinya saat penjemputan wanita Yazidi ada beberapa tenda yang kosong karena pemiliknya sudah kabur. Seperti tidak ada pakaian yang dibawa leh pemilik Kamp. Sejauh pengamatan saya, mungkin ini adalah kamp pengungsian saja yang didirikan oleh PBB, karena ada tenda yang berlabel UNHCR.

Dimasa yang mulai menghangat ini sepertinya wajib untuk menonton sekaligus mempelajari bagaimana timur tengah berjibaku dengan idealisme agamanya. Agar dapat mempelajari bagaimana pencapaian negara yang mengedepankan agama dengan permusuhan. Dari Sabaya kita dapat melihat korban keganasan dari orang beragama. Ada remaja puluhan tahun yang dipaksa untuk melayani puluhan lelaki, ada keluarga yang kehilangan saudaranya, serta ada kewarasan yang dilanggar tidak karuan. Tak tahu ujung dari pergerakan tersebut apa. Agar kita tetap berpikir lagi risiko terberat jika ingin berkonflik dan memecah belah bangsa.


0 comments:

Post a Comment