Bersyukur di Tengah Wabah
Pembukaan Audit |
Ditengah maraknya isu corona di ibukota, kami dari Universitas
Papua dan puluhan universitas lainnya mendapat undangan untuk menghadiri audit
yang akan dilakukan oleh BPK. Tepat pada tanggal-tanggal kritis, saya sebut
tanggal kritis karena H-3 acara terselenggara sudah ada himbauan dari presiden
untuk semua instansi agar mengurungkan acara yang mengundang orang dengan
jumlah lebih dari 30 orang. Tapi yang namanya undangan sudah tersebar, pasti sudah
ada yang beli tiket atau malah sudah ada yang berangkat.
Singkat cerita saya yang merupakan orang baru ini harus
menghadiri acara se-penting itu dan harus masuk kedalam kumparan kota yang
mendapat hembusan isu positif virus. Namanya juga tugas negara, yang saya takutkan
malah pertanyaan menusuk tajam dari orang BPK. Untuk masalah virus saya sudah
antisipasi dengan membeli masker, lha kalau untuk pertanyaan BPK? Saya menyerahkan
diri ke yang maha kuasa saja. Karena saya tahu saya tidak dapat melakukan
apapun, dengan kapasitas saya yang masih 6 bulan bekerja dan harus
mempertanggung jawabkan pekerjaan selama satu tahun.
Tapi benar saja apa yang saya khawatirkan tersebut sama
sekali tidak terbukti, BPK pun ketawa ketiwi melihat kesalahan yang menurut
saya yang miskin ini adalah kesalahan fatal. Ada beberapa temuan yang membuat
kami mendapat pekerjaan rumah dari BPK. Cara audit pun disesuaikan dengan
maraknya isu covid-19. Biasanya semua peserta yang datang dikumpulkan dalam
satu ballroom menunggu giliran sembari menikmati coffee break. Tapi kemarin, gara-gara ada virus ini kami disuruh
mengisolasi diri di kamar masing-masing saja. Saat pembukaan saja kami dari 30
universitas dikumpulkan di ballroom. Selebihnya
hingga bubar kami sama sekali tidak dikumpulkan dalam satu ruangan.
Selain itu juga acara yang semula berakhir hingga rabu
dipercepat hingga hari selasa semua universitas diwajibkan untuk check out dari hotel. Saya pun
berinisiatif untuk berkunjung sebentar ke kampung halaman di Malang. Mumpung tiket
murah, di sisi lain juga mumpung saya memiliki daya tawar sebagai orang baru
yang diajukan untuk berangkat audit. Maka saya juga mengajukan “mau berangkat
asal” diberikan ijin untuk berkunjung ke Malang.
Alhamdulilahnya ijin diberikan dan beberapa kejadian yang
patut untuk di alhamduliahkan. Beberapa hal tersebut adalah saat hari rabu ada
surat dari KPPN dapat menyampaikan SPM (yang biasanya harus berangkat ke KPPN)
kini mendapat toleransi untuk menyampaikan surat melalui surat elektronik. Hal ini
berdampak pada pekerjaan saya yang biasa menjadi kurir SPM menjadi sedikit
lebih ringan. Pada keesokan harinya juga muncul kabar bahwa Universitas Papua
juga menerapkan bekerja dari rumah (work
from home).
Pertama kali diisolasi, bukan dilakban |
Seiring keuntungan yang masih berupa “kabar” tersebut
berdatangan bertubi-tubi, saya mengalami gejala
covid-19. Tidak sampai meriang dan suhu tubu naik atau sesak nafas, tapi
hanya sedikit ingusan dan pada keesokan harinya saat bangun tidur mengalami
radang. Saya berinisiatif untuk mengecek kondisi kesehatan ke rumah sakit dan
mendapat himbauan untuk mengubah jadwal penerbangan ke Manokwari. Karena saya dinyatakan
sebagai pasien dalam pemantauan (PDP). Meskipun hanya batuk pilek saya harus mengisolasi
diri selama 14 hari.
Hingga tulisan ini dirilis saya masih melakukan isolasi
mandiri dan dalam kondisi baik-baik saja. Tidak lebih dari radang tenggorokan
dan pilek yang sudah mulai mulai pulih saja. Konsumsi obat pun juga sudah mulai
hari ini. Mungkin saya harus tetap bersyukur saja, sembari menyimak pemberitaan
tentang langkah pemerintah pusat untuk menumpas virus ini. Dengan tetap membuat
konten sembari menikmati masa karantina 14 hari.
Semoga lakas sehat kembali, Mas. Dan semoga covid19 segera hilang, biar bisa aktivitas seperti biasa.
ReplyDeleteamin, makasih doanya.
Delete