Coro merupakan bahasa jawa dari kecoak, omong coro bermakna omongan ngelantur tapi dapat dinyatakan jujur. Maka ketenangan serupa apa lagi yang dicari di dunia yang fana ini selain kejujuran. Tulisan berikut merupakan contoh dari omong coro.

Search This Blog

Translate

About Me

My photo
Hi, saya pungkas nurrohman yang mencoba dewasa dengan jalan-jalan

Thursday 25 February 2021

Mengomentari Berita


 

hari libur

Kemarin saya barusan mendengar berita bahwa ada sebuah desa yang memborong mobil, muncul pula berita lagi-lagi sebuah desa warganya memborong motor. Fenomena aneh ini sempat menyeruak di sosial media, pun juga dengan berita online yang judulnya pasti bombastis dan sepanjang judul tugas akhir anak kuliah. Unik nan menarik tentunya, di masa serba susah ini mereka bisa membeli kendaraan roda dua maupun roda empat. Tentunya jika kementerian keuangan mau meng-klaim secara sepihak, bahwa ini cerminan keberhasilan penurunan pajak pertambahan nilai barang mewah sangat sah. Tapi ini tidak dilakukan instansi tersebut.

Alasannya memang bukan karena hal itu, tapi karena adanya pembelian lahan sebuah desa oleh BUMN, mungkin untuk tujuan ekspansi usaha. Tapi uniknya uang hasil pembelian tersebut tidak dibelikan rumah lagi, tapi digunakan untuk alasan hedon. Sangat mengagumkan memang tradisi kebudayaan kita. Ditengah masa yang sulit ini, mereka sengaja membelanjakan kendaraan untuk alasan pemulihan ekonomi nasional yang selama ini digadang-gadang oleh pemerintah. Tanpa diminta pun mereka bergotong royong mewujudkannya.

Selain berita konvoi mobil dan motor baru tersebut, seminggu ini juga beredar liburan kita dipotong lagi. Cuti bersama yang semula ada beberapa hari kini dipotong menjadi hanya dua hari. Mungkin ini untuk mengurangi arus pergerakan liburan yang biasa dilakukan oleh pegawai negeri ataupun swasta. Jika liburannya dipotong maka tentu saja pergerakan untuk berlibur ataupun bersantai akan berkurang. Menjadikan para pegawai lebih produktif dalam menjalankan hidup. Adapun jika pembaca iri dengan kehidupan selebriti ataupun para bos besar yang bisa jalan-jalan kesana kemari, masih ada opsi untuk membolos kerja. Toh pemerintah juga memang menghendaki hal itu, asal patuh dengan protokol kesehatan.

Berbicara tentang protokol kesehatan juga baru-baru ini presiden berkunjung ke NTT dan berkumpul dengan warganya. Seakan warga NTT berkerumun hanya untuk melihat raja yang sedang melakukan inspeksi mendadak ke daerah. Tentunya para warga antusias dalam menyambut RI 1 tersebut. Para warganet yang melihat hal itu pun secara serampangan membandingkan dengan imam besar FPI Habib Riziek Syihab. Tentu sangatlah berbeda, karena saat itu imam besar FPI dari luar negeri sedangkan Jokowi dari dalam negeri. Kemungkinan menularkan penyakitnya jelas beda, meskipun sama-sama sudah di tes untuk dapat melakukan penerbangan. Tapi yang penting presiden itu beda.

Beda Joko Widodo beda pula Joko Chandra. Sama-sama jokonya kini nasibnya beda. Joko Widodo sudah duduk di istana, lalu Joko Chandra kini duduk sebagai pesakitan karena korupsi. Berbicara tentang korupsi memang menjadi pelik ketika KPK juga bertindak lucu. Seakan ingin meladeni asas keadilan KPK memberikan vaksin covid-19 kepada para tahanan korupsi. Saya rasa ini memang trik paling jitu dalam menjalankan hukuman korupsi. Mungkin para warganet tidak menyadari hal ini.

Ada sebuah pendapat yang menyatakan hukuman mati lebih ringan daripada hukuman seumur hidup. Karena durasi hukuman mati dirasa lebih singkat. Sehingga sakitnya dirasa lebih singkat dari pada hukuman seumur hidup. Mungkin ini yang menjadikan KPK memilih untuk memfasilitasi para nara pidana korupsi. Agar mereka lebih awet hidup dan menjalani hukuman. Bagi kita yang dirugikan oleh koruptor sama sekali tidak wajib menjalani hukuman, dan lebih baik memang tidak mendapat prioritas dalam vaksinasi. Kan kita tidak sedang dihukum. Akhir kata memang sakit lebih lama itu hukuman yang paling setimpal, dari pada mati lebih cepat. Maka dari itu bersyukurlah bagi yang sampai membaca artikel ini belum mendapat jatah vaksin.

0 comments:

Post a Comment