Coro merupakan bahasa jawa dari kecoak, omong coro bermakna omongan ngelantur tapi dapat dinyatakan jujur. Maka ketenangan serupa apa lagi yang dicari di dunia yang fana ini selain kejujuran. Tulisan berikut merupakan contoh dari omong coro.

Search This Blog

Translate

About Me

My photo
Hi, saya pungkas nurrohman yang mencoba dewasa dengan jalan-jalan

Friday 26 November 2021

Resensi Buku Dari Wina Ke Yogyakarta: Kisah Hidup Herb Feith




Masih teringat awal mula saya berjodoh dengan buku ini, saat mudik dan mengunjungi Gramedia Malang mendapati diskonan buku besar-besaran di tempat parkir. Tepat setelah membeli novel Ubur-Ubur Lembur-nya Raditya Dika. Saya membeli buku biografi ini dengan harga yang cukup murah, seratus ribu rupiah untuk empat buku alias 25 ribu-an. Untuk buku dengan tebal 597 halaman harga yang saya dapat terkesan murah, tapi dari buku setebal ini saat itu saya meyakini tidak seremeh harganya.

Saat membeli buku ini saya sama sekali tidak mengenal, siapakah seorang Herbert Feith yang biasa disingkat dengan Herb Feith. Di BAB satu saya masih belum mengenal kehebatan yang dilakukan Herb, BAB pertama ini hanya mengungkap asal usul Feith. Awalnya saya mengira dia ini adalah traveler. Karena dari desain sampul saja sudah sangat traveler sekali, bagaimana tidak, gambar seorang bule dengan sepeda ditambah dengan nama buku dari Wina ke Yogyakarta. Dalam BAB pertama kesan traveler-nya juga sangat kuat, bermula dari kelahiran hingga kisah pengungsian ke Australia karena serangan NAZI kepada kaum yahudi.

Berlanjut ke BAB berikutnya yang tertata berdasarkan kronologi tahun kejadian, membuat buku ini merekam secara runut tiap kejadian yang dialami Herb. Semangat aktivisme semenjak muda yang dapat dikatakan mencuat saat BAB kedua dimulai. Berbagai hal yang diperjuangkan Herb tergambar jelas di bagian ini, apa yang diperjuangkan dan alasan dari perjuangan tersebut dijelaskan dengan gamblang di bagian ini. Sehingga orang yang sama sekali tidak mengenal karya Herb pun juga dapat menangkap arah perjuangan dan penyebab dari sebuah perjuangan yang dibuat olehnya.

Buku terjemahan dari “From Vienna To Yogyakarta” ini sepertinya menyadur banyak karya Herb, sepertinya Jemma Purdey tidak sedang bermain-main dengan biografi yang sebagian besar malah mirip buku sejarah politik Indonesia. Hal yang mencengangkan adalah beberapa fakta politik yang tertulis di buku ini, seperti sebuah teori konspirasi namun memang terjadi dan terasa di Indonesia. Seperti fakta terkait kekuasaan Soeharto misalnya, kekalutan politik dan berbagai macam kritik ilmuwan Australia dapat terbaca dengan runut di buku ini. Pun juga perlakuan pemerintah terhadap orang Australia saat itu juga dapat terlihat jelas di setiap BAB.

Decakan takjub saya tidak berhenti disana, berbagai kronologi lain mulai dari pergolakan kekuasaan orde bar uke orde lama, hingga perkembangan arah demokrasi Indonesia juga menjadi kebanggaan tersendiri saat saya membaca buku ini. Dengan membaca buku ini saya tidak hanya mengenal Herb Feith, tapi juga mengenal pemerintahan Indonesia beserta hal-hal disekitar Herb Feith. Seperti masa lahirnya jurusan politik Universitas Monash.

Berbagai peristiwa yang dihadiri Herb juga tergambar jelas di buku ini, seperti asal-usul keluarnya Timor Timur dari Indonesia. Secara historiografi buku ini sudah dapat memberikan gambaran bagaimana orang Australia yang biasa kita hakimi sebagai pencaplok kekuasaan Indonesia, memberikan pandangan mereka terkait kekuasaan pemerintah di Timor Timur. Buku ini memberikan gambaran pula bahwa di dalam internal negara kanguru tersebut juga sempat ada perdebatan mengenai dukungan atau kutukan yang akan dilontarkan kepada pemerintahan Indonesia.

Bagi anda yang belum membacanya, saya sangat menyarankan anda untuk membaca buku terbitan KPG ini. Tak hanya belajar tentang bagaimana berjuang untuk orang lain, tapi juga dapat belajar bagaimana menyikapi sebuah isu tentang kemanusiaan meskipun isu tersebut berada di negara lain.

0 comments:

Post a Comment