Resensi Buku Dari Wina Ke Yogyakarta: Kisah Hidup Herb Feith
Masih teringat awal mula saya berjodoh dengan buku ini, saat mudik dan mengunjungi Gramedia Malang mendapati diskonan buku besar-besaran di tempat parkir. Tepat setelah membeli novel Ubur-Ubur Lembur-nya Raditya Dika. Saya membeli buku biografi ini dengan harga yang cukup murah, seratus ribu rupiah untuk empat buku alias 25 ribu-an. Untuk buku dengan tebal 597 halaman harga yang saya dapat terkesan murah, tapi dari buku setebal ini saat itu saya meyakini tidak seremeh harganya.
Saat membeli buku ini saya sama sekali tidak mengenal, siapakah
seorang Herbert Feith yang biasa disingkat dengan Herb Feith. Di BAB satu saya masih
belum mengenal kehebatan yang dilakukan Herb, BAB pertama ini hanya mengungkap
asal usul Feith. Awalnya saya mengira dia ini adalah traveler. Karena
dari desain sampul saja sudah sangat traveler sekali, bagaimana tidak,
gambar seorang bule dengan sepeda ditambah dengan nama buku dari Wina ke
Yogyakarta. Dalam BAB pertama kesan traveler-nya juga sangat kuat,
bermula dari kelahiran hingga kisah pengungsian ke Australia karena serangan NAZI
kepada kaum yahudi.
Berlanjut ke BAB berikutnya yang tertata berdasarkan kronologi
tahun kejadian, membuat buku ini merekam secara runut tiap kejadian yang
dialami Herb. Semangat aktivisme semenjak muda yang dapat dikatakan mencuat saat
BAB kedua dimulai. Berbagai hal yang diperjuangkan Herb tergambar jelas di bagian
ini, apa yang diperjuangkan dan alasan dari perjuangan tersebut dijelaskan
dengan gamblang di bagian ini. Sehingga orang yang sama sekali tidak mengenal
karya Herb pun juga dapat menangkap arah perjuangan dan penyebab dari sebuah
perjuangan yang dibuat olehnya.
Buku terjemahan dari “From Vienna To Yogyakarta” ini sepertinya
menyadur banyak karya Herb, sepertinya Jemma Purdey tidak sedang bermain-main
dengan biografi yang sebagian besar malah mirip buku sejarah politik Indonesia.
Hal yang mencengangkan adalah beberapa fakta politik yang tertulis di buku ini,
seperti sebuah teori konspirasi namun memang terjadi dan terasa di Indonesia.
Seperti fakta terkait kekuasaan Soeharto misalnya, kekalutan politik dan berbagai
macam kritik ilmuwan Australia dapat terbaca dengan runut di buku ini. Pun juga
perlakuan pemerintah terhadap orang Australia saat itu juga dapat terlihat
jelas di setiap BAB.
Decakan takjub saya tidak berhenti disana, berbagai
kronologi lain mulai dari pergolakan kekuasaan orde bar uke orde lama, hingga
perkembangan arah demokrasi Indonesia juga menjadi kebanggaan tersendiri saat
saya membaca buku ini. Dengan membaca buku ini saya tidak hanya mengenal Herb Feith,
tapi juga mengenal pemerintahan Indonesia beserta hal-hal disekitar Herb Feith.
Seperti masa lahirnya jurusan politik Universitas Monash.
Berbagai peristiwa yang dihadiri Herb juga tergambar jelas
di buku ini, seperti asal-usul keluarnya Timor Timur dari Indonesia. Secara historiografi
buku ini sudah dapat memberikan gambaran bagaimana orang Australia yang biasa
kita hakimi sebagai pencaplok kekuasaan Indonesia, memberikan pandangan mereka
terkait kekuasaan pemerintah di Timor Timur. Buku ini memberikan gambaran pula
bahwa di dalam internal negara kanguru tersebut juga sempat ada perdebatan
mengenai dukungan atau kutukan yang akan dilontarkan kepada pemerintahan Indonesia.
Bagi anda yang belum membacanya, saya sangat menyarankan
anda untuk membaca buku terbitan KPG ini. Tak hanya belajar tentang bagaimana berjuang
untuk orang lain, tapi juga dapat belajar bagaimana menyikapi sebuah isu
tentang kemanusiaan meskipun isu tersebut berada di negara lain.
0 comments:
Post a Comment