Coro merupakan bahasa jawa dari kecoak, omong coro bermakna omongan ngelantur tapi dapat dinyatakan jujur. Maka ketenangan serupa apa lagi yang dicari di dunia yang fana ini selain kejujuran. Tulisan berikut merupakan contoh dari omong coro.

Search This Blog

Translate

About Me

My photo
Hi, saya pungkas nurrohman yang mencoba dewasa dengan jalan-jalan

Friday 28 May 2021

Ogah Beli Crypto


(Sumber: commons.wikimedia.org by: Steve Jurvetson)

Sebelumnya kita sudah merasa terkesan dengan serangan coronial kepada pasar saham, memang ujung-ujungnya banyak dari mereka yang malah menjadi trader, yang hanya fokus pada grafik teknikal harga saham, tapi tak mengapa adanya minat kepada saham sudahlah cukup untuk mengangkat harga setinggi-tinggi (meskipun berujung dibanting sedalam-dalamnya). Tren millenial pada pasar saham sempat menuai problematika, karena BEI dianggap abai dalam mengarahkan mindset para investor pemula dalam berinvestasi. Ibarat kata para investor pemula ini terlalu percaya pada iklan binomo, yang hanya lihat grafik tiap hari lalu kaya. 

Setelah adanya serangan investor baru pada saham, kini muncul lagi serangan investor baru pada crypto currency. Yang saya maksut serangan dari awal ini adalah serangan modal yang masuk ya, terpantau dari status mereka yang suka bergelut dengan investasi (walaupun sebetulnya mereka trading) sudah mempublikasikan pergerakan grafik harga cryptocurrency. Sebetulnya tidak ada masalah, toh itu duit mereka dari hasil keringat mereka juga. Tapi saya kok khawatir mereka rugi ya, seperti halnya dahulu pas ramai-ramainya saham. Mereka yang saat ini membikin status terkait crypto dulu waktu saham mereka juga turut andil. Kalau pasar lagi bergairah dengan warna hijau, mereka posting dan membubuhkan quote ucapan rasa syukur. Kalau pasar lagi lesu dengan warna merahnya, mereka bubuhkan qoute penyemangat agar membeli lebih banyak karena murah. Gitu terus ujung-ujungnya rugi karena salah strategi. 

Saya melihat mereka ini masih gamang dalam menentukan apakah mereka investor atau trader. Jadi dari sisi manajemen uang mereka juga kacau. Hanya mengikuti kata orang saja tanpa mengetahui ilmunya, ini mungkin sudah rahasia umum dalam setiap risalah kegagalan para investor. Sebetulnya jika dilihat mereka hanya ketakutan ketinggalan jaman, alias bahasa gaulnya fear of missing out (FOMO). Jadi apa yang dibilang oleh trend, mereka pasti hajar dengan segenap hati, jiwa, dan raga.

Kembali lagi ke sekarang crypto, saya melihat ada gelagat seperti itu juga di pasar crypto.  Ada para spekulan yang siap dengan judinya, jika menang mereka akan mengupdate status dengan bangganya, jika kalah mereka akan melakukan instruksi untuk melakukan pembelian karena murah. Selain sangat merugikan perilaku seperti ini akan membuat ketagihan, karena cara membuat ketagihannya mirip judi. Masih ada keyakinan untuk menang meskipun sudah kalah telah dan tak memiliki ilmu.

Menurut saya juga memasukkan uang ke crypto adalah judi. Karena saya sendiri tidak tahu secara langsung apa yang menyebabkan harga uang ini naik atau turun. Jika adanya hukum permintaan dan persediaan (seperti halnya saham), lantas muncul juga pertanyaan permintaan atas apa? Lha wong saya sendiri tidak mengetahui uang itu bisa dipakai untuk apa. Logika pendek saya biasanya mempertanyakan "apa bisa uang bitcoin atau crypto lainnya digunakan untuk beli beras sekilo?". Jika tidak bisa berarti mata uang ini tidak masuk akal, naik turunnya hanya digerakkan oleh mereka yang hanya ingin jual beli tanpa tahu mata uang tersebut digunakan untuk apa. Jika ada perusahaan yang mempergunakan untuk instrumen pembayaran pun itu juga tidak banyak, dan harga yang merek patok justru mengikuti harga crypto itu tadi. Contohnya tesla yang menggembar-gemborkan dogecoinnya. Merek tidak mematok harga mobil berdasarkan dogecoin, tapi berdasarkan harga dogecoin terhadap dollar. Jika harga dogecoin terhadap dollar murah maka harga mobilnya akan mahal jika dibeli dengan dogecoin, begitu pula sebaliknya.

Cara jual beli seperti ini adalah cara jual beli yang mustahil, harga barang akan cenderung fluktuatif. Pun juga yang tidak masuk akal adalah harganya mengikuti harga uangnya. Seumpama sebuah mobil tesla dengan harga 1 dogecoin, lantas bagaimana harga suku cadang nya? Kembali lagi dengan analogi beras tadi, jika 1 dogecoin cukup untuk membeli 1 ton beras, lantas bagaimana jika membeli 1 kilo beras. Jelas tidak dapat terpenuhi transaksi seperti ini. Secara fiqih crypto tak ubahnya hanya seperti layaknya kambing yang masih dalam kandungan. Kita tidak tahu isinya berapa dan tak dapat ditransaksikan. Maka dari itu saya sendiri enggan untuk memasukkan uang saya ke crypto. Lebih baik memasukkan uang ke saham dengan akad mudhorobah saja, lebih aman dan tidak panik dengan naik turunnya harga. 

0 comments:

Post a Comment